Pengamat Politik Minta Risma - Khofifah Perbaiki Pola Koordinasi
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Syailendra Persada
Minggu, 31 Mei 2020 18:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengatakan perdebatan antara Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma belakangan ini sebenarnya bermula dari persoalan sepele.
Namun, perdebatan itu bisa jadi gunung es dari ketidakakuran keduanya dari jauh-jauh hari. "Bisa saja masalah dua mobil ini hanya gunung es yang baru sekarang kelihatan. Tapi persoalan dignity, siapa yang berhak urus Corona itu yang ingin ditunjukkan," kata Adi ketika dihubungi, Ahad, 31 Mei 2020.
Adi mengatakan, justru pernyataan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto justru menegaskan adanya masalah antara Risma dan Khofifah. Padahal, kata Adi, publik yang awalnya menduga-duga malah seperti mendapat penjelasan.
"Ucapan Sekjen (Hasto) mempertegas bahwa antara gubernur dan wali kota ada ego. Omongan itu kan bukan berangkat dari ruang kosong," ujar Adi. "Justru memperkeruh keadaan menurut saya."
Hasto sebelumnya angkat suara menanggapi debat antara Risma dan Khofifah menyangkut dua mobil lab Polymerase Chain Reaction (PCR). Hasto meminta Khofifah dan Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur mestinya lebih bijak membuat prioritas, tanpa menghadirkan rivalitas politik yang tak terlu dan ego kepemimpinan.
Masalah terungkap ketika beredar video Risma marah melalui telepon kepada seseorang lantaran dua mobil lab tes PCR dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bergeser dari Surabaya. Risma mengaku kecewa akan hal itu.
Adapun menurut Khofifah, dua mobil lab tes PCR bantuan BNPB itu memang sudah seharusnya bergeser dari Surabaya. Khofifah juga mengatakan mobil lab tes dari BNPB dihibahkan untuk Provinsi Jawa Timur. Sedangkan Surabaya mendapat dua unit mobil serupa dari Badan Intelijen Negara (BIN).
Adi Prayitno mengatakan kedua kepala daerah itu mestinya saling membantu dalam menghadapi pandemi. Dia pun menyarankan keduanya memperbaiki pola komunikasi dan koordinasi. "Apa susahnya ngomong baik-baik, tidak perlu diumbar," ujar dosen komunikasi politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini.