Hingga April Kasus Corona di Dalam Negeri Diprediksi 8 Ribu Kasus
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Amirullah
Rabu, 18 Maret 2020 09:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Para pakar kesehatan memperkirakan fasilitas kesehatan tak akan cukup untuk menangani pasien positif virus corona. Karena itu, para pakar meminta pemerintah untuk meningkatkan kapasitas layanan kesehatan dan menambah rumah sakit rujukan.
Rekomendasi ini tertuang dalam hasil rapat virtual para pakar kesehatan dan perwakilan Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 yang berlangsung Senin, 16 Maret 2020.
"Diperkirakan kapasitas ruang intensif dan alat bantu napas di RS rujukan saat ini tidak akan cukup untuk menangani seluruh pasien Covid-19 dengan klinis berat," demikian tertulis dalam poin 4 dokumen berjudul 'Rekomendasi Strategi Penanganan Covid-19 di Indonesia' yang diperoleh Tempo.
Para pakar pun merekomendasikan pemerintah menyiapkan RS non-rujukan dan RS swasta untuk mengantisipasi penanganan pasien Covid-19 dengan menyiapkan ruang isolasi dan alat bantu napas.
Salah satu dokter yang mengikuti rapat, Mesty Ariotedjo mengatakan hingga saat ini sudah dirasakan kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai dalam penanganan Covid-19. Mesty mengatakan banyak pasien yang sulit dirujuk ke rumah sakit rujukan Covid-19 karena ruangan intensif sudah sangat penuh.
Menurut dia, sudah ada proyeksi bahwa kasus Covid-19 di Indonesia akan mencapai angka 8 ribu kasus pada akhir April mendatang. "Sudah ada proyeksi model yang dibuatkan dari ITB dengan proyeksi kasus COVID-19 di Indonesia mencapai 8 ribu pada akhir April 2020," kata Mesty.
Perkiraan ini berdasarkan proyeksi model yang dibuat oleh tim peneliti matematika epidemiologi dari Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi Institut Teknologi Bandung, Nuning Nuraini dkk.
Dalam dokumen hasil penghitungannya, Nuning dkk memperkirakan kasus Covid-19 di Indonesia akan mencapai puncak pada akhir Maret dan kasus harian akan mulai menurun pada awal April. Meski begitu, Nuning dkk menulis bahwa jumlah kasus sebenarnya lebih tinggi dari yang dilaporkan.
<!--more-->
Mesty mengatakan perlu juga memikirkan keterlambatan diagnosis di hari pertama dan masih banyaknya kasus yang tak terdeteksi karena terbatasnya pengujian. "Maka angka tersebut mungkin masih bisa bertambah dua sampai tiga kali lipat berdasarkan hasil diskusi tim ahli kemarin (Senin)," ujar dia.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia, Aman Bhakti Pulungan mengatakan dari proyeksi itu kemudian harus dihitung berapa kemungkinan akan sakit berat dan membutuhkan ruang intensif. Para pakar pun menyimpulkan ruang intensif di RS rujukan tak akan cukup.
"Sehingga RS Rujukan harus ditambah jumlahnya atau kapasitas harus dinaikkan, yang sebenarnya kurang feasible (layak)," kata Aman, yang menjawab pertanyaan Tempo melalui Mesty Ariotedjo.
Maka dari itu, tim ahli kesehatan merekomendasikan bahwa seluruh RS non-rujukan juga harus bersiap menerima pasien Covid-19 dengan menyiapkan ruang isolasi dan alat bantu pernapasan lebih dulu. Tim ahli juga mengusulkan adanya pedoman dan protokol agar Puskesmas dapat berperan sebagai isolasi bagi pasien dalam pengawasan (PDP) dengan gejala ringan.
Selain itu, tim ahli juga meminta Presiden Joko Widodo dan Satgas Covid-19 memastikan keamanan dan keselamatan tenaga penyedia layanan kesehatan. Terutama mereka yang menjadi garda terdepan seperti dokter, perawat, pekerja laboratorium, hingga cleaning service.
Pemerintah diminta menjamin ketersediaan alat pelindung diri yang lengkap dan memadai, termasuk masker dan gaun isolasi yang hingga kini dinilai masih kurang. Selain itu, para ahli juga merekomendasikan panduan penggunaan APD yang jelas dan tegas demi keselamatan dan keamanan tenaga medis.
Ada tiga rekomendasi yang termasuk dalam poin keempat ini, yakni perlunya komunikasi yang baik di seluruh lini layanan kesehatan untuk mengevaluasi dan menangani pasien Covid-19 serta mencegah munculnya episenter baru, kewajiban pemerintah pusat dan daerah memastikan ketersedian logistik (termasuk alat kesehatan dan obat-obatan), dan perlunya penanganan kesehatan mental dan pengelolaan stres bagi pasien Covid-19, ODP, PDP, dan masyarakat.