Komunitas Waria Yogyakarta Tolak RUU Ketahanan Keluarga

Rabu, 26 Februari 2020 07:32 WIB

Komunitas waria dan jaringan organisasi non-pemerintah beraudiensi dengan staf Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta pada Selasa, 25 Februari 2020. Komunitas ini menyatakan menolak RUU Ketahanan Keluarga. (TEMPO/Shinta Maharani)

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah komunitas transpuan di Yogyakarta yang tergabung dalam Ikatan Waria Yogyakarta menolak Rancangan Undang-Undang atau RUU Ketahanan Keluarga. Mereka menyebut rancangan aturan ini berpotensi mendiskriminasi, persekusi, dan berbagai bentuk kekerasan terhadap kalangan minoritas.

Aktivis Ikatan Waria Yogyakarta, Rully Malay mengatakan RUU tersebut membuat sebagian besar transpuan di Yogyakarta khawatir memberi ruang untuk kelompok intoleran melakukan berbagai bentuk aksi kekerasan maupun persekusi.

“RUU Ketahanan Keluarga akan memunculkan persekusi dan kekerasan baru di banyak daerah,” kata Rully seusai audiensi dengan Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa, 25 Februari 2020.

Di Yogyakarta terdapat setidaknya 360 transpuan yang berhimpun dengan Ikatan Waria Yogyakarta. Jumlah tersebut belum termasuk waria yang tidak tercatat. Sejumlah transpuan, kata Rully, masih belum berani mengungkapkan identitas mereka di tengah stigma dan diskriminasi.

Rully berpandangan RUU Ketahanan Keluarga antikeberagaman identitas gender dan berbahaya untuk kelompok minoritas. Waria di Yogyakarta pernah mengalami persekusi dan kekerasan pada 2016. Di tahun itu, organisasi masyarakat intoleran mendatangi Pesantren Waria Al-Fatah di Kotagede Yogyakarta.

Advertising
Advertising

Gelombang kebencian terhadap transpuan banyak bermunculan di daerah karena dipicu oleh pernyataan para pejabat negara yang mendiskriminasi waria. Dampaknya para santri waria ketakutan dan terganggu dalam beribadah, seperti membaca Al Quran dan salat.

Rully yang juga aktif di Yayasan Kebaya menyebutkan setidaknya di Indonesia terdapat 37 ribu lebih waria. RUU Ketahanan Keluarga mengancam keberadaan ribuan waria di seluruh Indonesia. Sebagian dari mereka belum mendapatkan penerimaan dari keluarga, masyarakat, dan hak-haknya sebagai warga negara.

Rully mencontohkan belum semua waria mengakses layanan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Sebagian dari mereka belum mendapatkan layanan publik mendasar, seperti tak memiliki kartu tanda penduduk (KTP) hanya karena identitas gender.

Pemimpin Pesantren Waria Al-Fatah Kotagede Yogyakarta, Shinta Ratri mengatakan RUU Ketahanan Keluarga mengabaikan keberadaan transpuan sebagai fakta sosial di banyak tempat di Indonesia.

RUU ini rentan menjadi pintu kriminalisasi bagi waria karena mengatur rehabilitasi warga berperilaku LGBT, sadisme, dan sadomasokisme sebagai penyimpangan seksual. “Mengancam waria dan bisa melahirkan kekerasan,” kata Shinta.

Berita terkait

Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

13 hari lalu

Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

Ada empat akar masalah Papua, yakni sejarah dan status politik, diskriminiasi, kekerasan dan pelanggaran HAM berat, dan kegagalan pembangunan.

Baca Selengkapnya

Cerita Lebaran Komunitas Transpuan di Yogyakarta, Kesepian Jauh dari Keluarga

15 hari lalu

Cerita Lebaran Komunitas Transpuan di Yogyakarta, Kesepian Jauh dari Keluarga

Mayoritas keluarga menganggap transpuan dan ragam identitas gender lainnya sebagai aib sehingga mereka tersingkir.

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Duga BPJS Ketenagakerjaan Melanggar HAM karena Tolak Klaim Kematian Transpuan Miskin

23 hari lalu

Komnas HAM Duga BPJS Ketenagakerjaan Melanggar HAM karena Tolak Klaim Kematian Transpuan Miskin

BPJS Ketenagakerjaan diduga melanggar hak atas kesejahteraan, kesehatan, dan perlakuan diskriminatif karena menolak klaim-klaim kematian transpuan yang merupakan peserta aktif.

Baca Selengkapnya

Asal Mula Hari Peduli Autisme Sedunia, Memahami Orang-orang dengan Spektrum Autisme

24 hari lalu

Asal Mula Hari Peduli Autisme Sedunia, Memahami Orang-orang dengan Spektrum Autisme

Hari Peduli Autisme Sedunia diperingati setiap 2 April untuk meningkatkan kesadaran tentang Gangguan Spektrum Autisme (ASD)

Baca Selengkapnya

Begini Ketentuan dan Bunyi Pasal Penistaan Agama yang Menjerat Panji Gumilang

32 hari lalu

Begini Ketentuan dan Bunyi Pasal Penistaan Agama yang Menjerat Panji Gumilang

Panji Gumilang dijerat Pasal Penodaan Agama, penghinaan terhadap agama di Indonesia masih mengacu pada Pasal 156a KUHP.

Baca Selengkapnya

Berbuat Asusila dengan Modus Orkes Musik Sahur Keliling, Enam Orang Ditangkap di Makassar

42 hari lalu

Berbuat Asusila dengan Modus Orkes Musik Sahur Keliling, Enam Orang Ditangkap di Makassar

Polisi menangkap enam orang anggota orkes musik kelilng usai viral video perbuatan asusila dua personelnya

Baca Selengkapnya

Penolakan Klaim BPJS Ketenagakerjaan Transpuan Dipersoalkan

42 hari lalu

Penolakan Klaim BPJS Ketenagakerjaan Transpuan Dipersoalkan

Komunitas untuk BPJS Tenaga Kerja (JKU BPJS TK) menyebut banyak klaim transpuan lansia miskin yang ditolak BPJS.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Didesak Penuhi Hak BPJS Ketenagakerjaan Transpuan

42 hari lalu

Pemerintah Didesak Penuhi Hak BPJS Ketenagakerjaan Transpuan

Komunitas untuk BPJS Tenaga Kerja meminta pemerintah untuk memenuhi hak BPJS Tenaga Kerja kelompok transpuan dan minoritas.

Baca Selengkapnya

Mangkrak 20 Tahun, Apa Itu RUU PPRT yang Belum Juga Disahkan DPR?

49 hari lalu

Mangkrak 20 Tahun, Apa Itu RUU PPRT yang Belum Juga Disahkan DPR?

Dua dekade RUU Perindungan Pekerja Rumah Tangga mangkrak tidak disahkan. Ini penjelasan mengenai RUU PPRT.

Baca Selengkapnya

International Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara

50 hari lalu

International Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara

Peringatan International Women's Day Jogja 2024, Ketua Divisi Aksi dan Propaganda Srikandi UGM sebut mengusung tema "Mari Kak Rebut Kembali!"

Baca Selengkapnya