Soal Uighur, Pengamat: Indonesia Bisa Lakukan Soft Diplomacy
Reporter
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Editor
Juli Hantoro
Rabu, 25 Desember 2019 19:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Departemen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, Agung Nurwijoyo, mengatakan pemerintah Indonesia bisa menggunakan diplomasi lembut kepada pemerintah Cina terkait dugaan pelanggaran HAM terhadap komunitas muslim Uighur. Alasannya, Indonesia dan Cina dikenal memiliki hubungan diplomatik yang baik.
"Sebagai sahabat yang juga punya concern dalam isu dunia Islam, Indonesia perlu melakukan pendekatan soft diplomacy," katanya saat dihubungi Tempo, Rabu, 25 Desember 2019.
Salah satu caranya, kata Agung, dengan menjadikan isu toleransi sebagai bagian penting dalam skema kerja sama sosial budaya Indonesia-Cina lewat High Level Meeting on People to People Exchange Mechanism (HLM-PEM). "Artinya, pendekatan tanpa menggurui tanpa menggunakan megaphone-diplomacy jadi ruang yang dapat dioptimalkan dengan spirit kerja sama kedua belah pihak," tuturnya.
Ia menilai pemerintah saat ini terkesan ketakutan dengan pernyataan yang menganggap Indonesia mencoba mengintervensi Cina terkait Uighur. Agung pun tidak yakin Indonesia bakal membawa isu ini ke forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dugaan persekusi dan diskriminasi terhadap etnis Muslim Uighur di wilayah Xinjiang telah berlangsung lama. Para ahli dan aktivis PBB mengatakan sedikitnya satu juta warga Uighur dan anggota kelompok minoritas Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp di Xinjiang sejak 2017, seperti dilaporkan Reuters.
Selain itu, pemerintah Cina dikabarkan melarang etnis Muslim Uighur dan warga muslim lainnya di Xinjiang untuk menjalankan ibadah. Larangan itu terutama berlaku bagi pegawai negeri sipil, guru, dan pelajar.