Wiranto Ungkit Kisah Rekayasa Oso Jadi Ketua Umum Hanura di 2016
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Juli Hantoro
Rabu, 18 Desember 2019 18:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri Hanura, Wiranto blak-blakan menyatakan dirinya merasa tidak dihargai karena tidak diundang dalam acara pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) Hanura di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin. Munas itu mengukuhkan kembali Oesman Sapta Odang atau Oso sebagai ketua umum.
Tersinggung akan sikap Oso, Wiranto kemudian mengungkit cerita terpilihnya Oso sebagai ketua umum pada 2016. Ketika itu, Wiranto mundur dari posisi Ketum Hanura lantaran dipilih Presiden Joko Widodo sebagai Menko Polhukam. Lalu, digelar Musyawarah Nasional Luar Biasa Bambu Apus untuk memilih pengganti Wiranto.
"Kami mengundang saudara Oso untuk menjadi salah satu calon yang mengganti saya. Lalu, Saya merekayasa agar beliau terpilih secara aklamasi, maka jadilah dia ketum terpilih," ujar Wiranto dalam konferensi pers di Hotel Atlet Century, Jakarta pada Rabu, 18 Desember 2019.
Kendati demikian, Wiranto mengingatkan bahwa terpilihnya Oso itu dengan beberapa catatan dan kesepakatan. Diantaranya; semua kekuasaan ketua umum di bawah ketua dewan pembina (dalam hal ini adalah Wiranto).
Selain itu, adapula pakta integritas yang diteken Oso bahwa dirinya hanya menjabat hingga 2020. Selama itu pula, Oso diwajibkan mematuhi AD/ART partai, menjamin soliditas partai, menjamin penambahan kursi Partai Hanura di DPR-RI, dan membawa gerbong Wiranto dalam kepemimpinannya. Jika pakta integritas tidak dipenuhi, maka kesepakatannya, Oso harus mengundurkan diri dari keanggotaan maupun pengurus dari partai.
Menurut Wiranto, Oso telah menyalahi semua pakta integritas itu dan meminta Oso dengan kesadaran dirinya mengundurkan diri sebagai ketua umum.
"Kami minta saudara Oso, agar secara kesatria, mundur sebagai ketua umum. Tapi ini bukannya mundur, malah menetapkan diri kembali sebagai ketua umum secara aklamasi," ujar Wiranto.