SKB 11 Instansi Soal Radikalisme, Haris Azhar: Ini Seperti 1965

Minggu, 24 November 2019 14:01 WIB

Advokat dari Lembaga advokasi hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar, saat melaporkan Ketua Pengadilan Negeri Timika, Papua, Relly D. Behuku ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus gratifikasi, 12 Februari 2018. Dewi Nurita/Tempo

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama dari 11 instansi pemerintah tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara atau ASN.

SKB ini telah diterbitkan pada 12 November 2019 bersamaan dengan peluncuran portal aduanasn.id. Menteri yang terlibat dalam SKB ini adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.

Selain itu ada pula Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, Pelaksana tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono, dan Ketua Komisi ASN Agus Pramusinto.

Salah satu poin yang ada dalam SKB ini adalah: Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.

Pendiri Lokataru Foundation, Haris Azhar, mengkritik surat keputusan bersama (SKB) 11 instansi pemerintah tersebut. Menurut dia, SKB ini merupakan legalisasi untuk menuduh seorang ASN yang kritis sebagai radikal.

Advertising
Advertising

“Akhirnya jadi juga legalisasi tuduhan radikalisme ini dituangkan dalam konstruksi kerja pemerintah. Padahal, Presiden Joko Widodo sudah mengoreksi istilahnya, bukan radikalisme," katanya lewat pesan singkat pada Tempo, Ahad, 24 November 2019.

Menurut Haris, SKB ini menganggap kritik kepada pemerintah merupakan perbuatan radikal. "Kritik diputarbalikkan seolah sebagai radikalisme," ucap dia.

Haris menduga SKB ini untuk menyasar ASN-ASN yang kritis terhadap kebijakan yang dimanipulasi oleh penguasa. Pasalnya ASN sebagai orang lapangan mengerti tentang kelemahan atau cacat dari kebijakan tersebut.

"Kritik mereka kerap muncul dalam berbagai ruang dan kerumunan tertentu. Hal ini yang kemudian akan dilihat (baca: dituduh sebagai radikal) oleh Rezim Jokowi jilid II ini," ujarnya.

Sedangkan dari sisi mekanisme, SKB ini meniadakan otoritas yang ada seperti Ombudsman, inspektorat di kementerian/lembaga, atau Komisi ASN dengan cara membuat portal laporan aduanasn.id dan bisa mengambil tindakan sepihak. Hal ini diperparah dengan tidak adanya bagian ASN terlapor untuk memberikan klarifikasi.

"Mekanisme ini rentan fitnah. Ini seperti zaman 1965, tuduhan yang membunuh kapasitas seseorang. Labelling,"

Selain itu SKB ini dianggap tidak memiliki cantolan hukum yang kuat. Alasannya sejumlah aturan yang dipakai hanya hukum kelembagaan dari menteri-menteri yang ikut meneken SKB ini. "Ini menandakan bahwa isu radikalisme ini tidak memiliki definisi yang konkret, alias disalahgunakan oleh Fachrul Razi cs," ucap dia merujuk Menteri Agama Fachrul Razi.

Situasi dari SKB ini, kata Haris, ke depan menghancurkan bangunan hukum and konsep Hak Asasi Manusia yang diperjuangkan dalam konstitusi. "Seharusnya para pemimpin kementerian/lembaga rezim ini menunjukan kualitas untuk memastikan kesejahteraan dan keadilan bersama-sama dengan para ASN. Jadikan para ASN sebagai mitra. Sehingga, dari sisi ASN, mereka akan memiliki sense of belonging bagi institusi dan programnya. Bukan dengan menakut-nakuti seperti ini," tuturnya.

Berikut kriteria pelanggaran yang dapat diadukan melalui portal Aduan ASN:

1. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah;
2. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antar-golongan;
3. Menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana pada angka 1 dan 2 melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repostInstagram, dan sejenisnya);
4. Membuat pemberitaan yang menyesatkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan;
5. Menyebarluaskan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun melalui media sosial;
6. Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah;
7. Mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah;
8. Menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagaiimana angka 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislikes, love, retweet, atau comment di media sosial;
9. Menggunakan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah;
10. Melakukan pelecehan terhadap simbol-simbol negara baik secara langsung maupun melalui media sosial;
11. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada poin 1 sampai 10 dilakukan secara sadar oleh ASN.

Berita terkait

Seleksi CPNS Diminta Ditunda hingga Usai Pilkada, Rentan Menjadi Komoditas Politik

2 hari lalu

Seleksi CPNS Diminta Ditunda hingga Usai Pilkada, Rentan Menjadi Komoditas Politik

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih menyarankan agar rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) ditunda hingga Pilkada selesai.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

3 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Proses Kesiapan Boyongan Puluhan Ribu ASN ke IKN

4 hari lalu

Proses Kesiapan Boyongan Puluhan Ribu ASN ke IKN

Adapun jumlah ASN yang diperlukan untuk berada di IKN pada prioritas pertama sebanyak 11.916 orang.

Baca Selengkapnya

Apa Syarat Menjadi Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

4 hari lalu

Apa Syarat Menjadi Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

Salah satu syarat calon pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah harus lulus seleksi sebagai calon mahasiswa kampus PKN STAN.

Baca Selengkapnya

Azwar Anas Minta Pemda Percepat Input Formasi Kebutuhan ASN

5 hari lalu

Azwar Anas Minta Pemda Percepat Input Formasi Kebutuhan ASN

Badan Kepegawaian Negara sedang melakukan verifikasi dan validasi rincian formasi ASN yang sudah ditetapkan berdasarkan usulan dari seluruh instansi pusat dan daerah.

Baca Selengkapnya

Catatan Dosen Unair untuk Relokasi ASN ke IKN: Kebijakan Terburu-buru

6 hari lalu

Catatan Dosen Unair untuk Relokasi ASN ke IKN: Kebijakan Terburu-buru

Sejak Oktober 2023 lalu, Pemerintah telah mengumumkan keputusan untuk memindahkan Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Ibu Kota Nusantara atau IKN

Baca Selengkapnya

KPK Terima 214 CPNS Baru di 19 Unit Kerja

6 hari lalu

KPK Terima 214 CPNS Baru di 19 Unit Kerja

KPK berharap ke depannya, paraCPNS baru ini dapat menjaga nama baik lembaga dalam menjalankan tugasnya.

Baca Selengkapnya

Kementerian PUPR: Progres Rusun ASN di IKN Rata-rata Capai 40 Persen

9 hari lalu

Kementerian PUPR: Progres Rusun ASN di IKN Rata-rata Capai 40 Persen

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengungkapkan progres pembangunan rumah susun (Rusun) ASN di di IKN rata-rata capai 40 persen.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Prabowo-Gibran Diharap Percepat Pertumbuhan Ekonomi, Tanggal Pendaftaran CPNS 2024

12 hari lalu

Terpopuler: Prabowo-Gibran Diharap Percepat Pertumbuhan Ekonomi, Tanggal Pendaftaran CPNS 2024

Berita terpopuler: Prabowo-Gibran diharap bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi usai dilantik, pendaftaran CPNS 2024 dibuka.

Baca Selengkapnya

Cerita Pembuat Konten Tega Siksa Anak Monyet Ekor Panjang, Dapat Cuan dari WNA

14 hari lalu

Cerita Pembuat Konten Tega Siksa Anak Monyet Ekor Panjang, Dapat Cuan dari WNA

Polisi telah mengungkap tiga pelaku yang memproduksi video penyiksaan anak monyet ekor panjang. Mereka mendapat pesanan dari luar negeri.

Baca Selengkapnya