Pengamat LIPI: Publik Berhak Menuntut Komposisi Menteri Kabinet

Reporter

Fikri Arigi

Editor

Purwanto

Selasa, 22 Oktober 2019 12:44 WIB

Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris, di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat, 1 Maret 2019. Tempo/Egi Adyatama

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris, mengatakan dalam demokrasi presidensial partai politik pengusung pasangan calon tak berhak menuntut jatah menteri. Hak tersebut menurutnya ada di publik, karena presiden mendapat mandat melalui pemilu.

“Di kabinet presidensial, partai politik koalisi tidak berhak menuntut jatah. Apalagi tidak ada MOU di koalisi mengenai saya dukung anda, tapi saya dapat apa,” kata Syamsuddin di acara diskusi Mencermati Kabinet Jokowi Jilid II bersama Visi Integritas di Upnormal Cikini, Jalan Raden Saleh, Jakarta, Selasa 22 Oktober 2019.

Ia menilai koalisi yang dibentuk sangat longgar. Karena partai politik yang mendukung pencalonan Jokowi hanya bertugas untuk memenangkan kontestasi pemilu, namun tak ada kesepakatan resmi yang menekan Jokowi untuk memberikan kursi menteri. Dalam sistem presidensial, penunjukkan pembantu presiden adalah sepenuhnya hak presiden.

Meski begitu, hak prerogatif tersebut tak boleh digunakan sewenang-wenang. Karena presiden setidaknya dipagari oleh dua hal, yakni moralitas publik, dan rasionalitas demokrasi.

Moralitas publik adalah hak publik untuk mendapat kabinet yang bersih. Karena Jokowi bisa menjadi presiden karena mandat publik yang memilihnya. “Tidak berarti prerogatif itu bebas semau Jokowi. Karena Jokowi diberi mandat oleh publik,” tuturnya.

Selain itu ada pula rasionalitas demokrasi, atau etika dalam berpolitik. Ia menyebut langkah Jokowi mengundang Gerindra masuk ke koalisi dengan menawarkan posisi Menteri Pertahanan kepada Prabowo Subianto dan satu posisi lain untuk Waketum Gerindra, Edhy Prabowo adalah langkah yang tak sesuai dengan rasionalitas demokrasi.

Menurut Syamsuddin, partai politik pendukung meminta jatah kursi saja sudah tak etis, apalagi langkah Jokowi yang mengundang musuh ke dalam selimut koalisinya. “Tidak etis juga bagi Jokowi, tidak memberikan parpol koalisinya itu jatah. Kok yang didahulukan Gerindra. Prabowo dan Edhy Prabowo, yang melawan habis-habisan Jokowi-Ma’ruf Amin di pilpres 2019 lalu,” tuturnya.

Sebelumnya selepas Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto bertemu Jokowi di Istana, ia mengumumkan bakal membantu Presiden Joko Widodo dalam kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin. Prabowo juga spesifik menyebut dia diminta membantu di bidang pertahanan.

"Saya diizinkan untuk menyampaikan membantu beliau di bidang pertahanan," ujar Prabowo di Istana Negara pada Senin, 21 Oktober 2019.

FIKRI ARIGI | AHMAD FAIZ IBNU SANI

Berita terkait

Dewas KPK Beberkan Alasan Nurul Ghufron Tak Hadiri Sidang Etik Hari Ini

5 hari lalu

Dewas KPK Beberkan Alasan Nurul Ghufron Tak Hadiri Sidang Etik Hari Ini

Dewas KPK menunda sidang etik dengan terlapor Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron karena ketidakhadirannya dengan alasan sedang menggugat ke PTUN

Baca Selengkapnya

Tanggapan KPK Hingga Dewas KPK Soal Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

10 hari lalu

Tanggapan KPK Hingga Dewas KPK Soal Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron laporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho. Berikut tanggapan internal KPK, Dewas KPK, hingga PPATK.

Baca Selengkapnya

Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

22 hari lalu

Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

Ada empat akar masalah Papua, yakni sejarah dan status politik, diskriminiasi, kekerasan dan pelanggaran HAM berat, dan kegagalan pembangunan.

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Ungkap Isi Nota Dinas ke Deputi Pencegahan soal Dugaan Pemerasan Jaksa TI

33 hari lalu

Dewas KPK Ungkap Isi Nota Dinas ke Deputi Pencegahan soal Dugaan Pemerasan Jaksa TI

Dewas KPK mengungkapkan isi nota dinas tentang dugaan pemerasan Jaksa TI terhadap saksi senilai Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Gelar Sidang Pungli, Salah Satunya Bekas Kepala Rutan Ristanta

55 hari lalu

Dewas KPK Gelar Sidang Pungli, Salah Satunya Bekas Kepala Rutan Ristanta

Dewas KPK akan menyidangkan beberapa pegawai dalam kasus dugaan pungutan liar atau pungli di rumah tahanan (rutan).

Baca Selengkapnya

Mahfud Md Mundur, Fakta-fakta Ramainya Soal Menteri Mundur Sejak Pekan Lalu

1 Februari 2024

Mahfud Md Mundur, Fakta-fakta Ramainya Soal Menteri Mundur Sejak Pekan Lalu

Mahfud Md mundur dari jabatan Menkopolhukam di Kabinet Jokowi di tengah gonjang-ganjing politik Tanah Air menjelang Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Sidang Pelanggaran Etik Firli Bahuri Rampung, Dewas KPK Bacakan Putusan Pekan Depan

22 Desember 2023

Sidang Pelanggaran Etik Firli Bahuri Rampung, Dewas KPK Bacakan Putusan Pekan Depan

Dewas KPK menyatakan Firli Bahuri masih insan KPK karena pengunduran dirinya belum dikabulkan Presiden Jokowi.

Baca Selengkapnya

Disinggung dalam Debat Capres, Ini 4 Akar Permasalahan Papua Menurut LIPI

14 Desember 2023

Disinggung dalam Debat Capres, Ini 4 Akar Permasalahan Papua Menurut LIPI

LIPI menemukan setidaknya ada empat akar masalah Papua. Hal tersebut berdasarkan riset LIPI yang dilakukan pada 2009.

Baca Selengkapnya

Sidang Etik Firli Bahuri Digelar Hari Ini, Dewas KPK: Sidangnya Tertutup

14 Desember 2023

Sidang Etik Firli Bahuri Digelar Hari Ini, Dewas KPK: Sidangnya Tertutup

Dewas KPK akan menggelar sidang etik Firli Bahuri pada Kamis, 14 Desember 2023. Sidang tak bisa diliput karena berlangsung tertutup.

Baca Selengkapnya

Firli Bahuri Jadi Tersangka Polda Metro Jaya, Peran Dewan Pengawas KPK Disorot, Ini Profil Anggota Dewas KPK

28 November 2023

Firli Bahuri Jadi Tersangka Polda Metro Jaya, Peran Dewan Pengawas KPK Disorot, Ini Profil Anggota Dewas KPK

Firli Bahuri tersangka dugaan pemerasan, Dewan Pengawas KPK kemudian menjadi sorotan, apa saja tugasnya? Ini profil anggota Dewas KPK.

Baca Selengkapnya