Tolak RUU Pertanahan, PKS Beberkan Delapan Alasan

Reporter

Dewi Nurita

Editor

Amirullah

Senin, 23 September 2019 07:35 WIB

Mardani Ali Sera. Dok TEMPO

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera menyatakan partainya menolak revisi undang-undang pertanahan atau RUU Pertanahan disahkan oleh DPR periode ini.

Berdasarkan draf akhir Panja RUU Pertanahan pada 9 September 2019, PKS berkesimpulan bahwa draf tersebut lebih menitikberatkan pada upaya meningkatkan iklim investasi dibandingkan pada aspek pemerataan ekonomi dan keadilan agraria.

"Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan tujuan dasar pembentukan RUU Pertanahan ini," ujar Mardani saat dihubungi Tempo pada Ahad, 22 September 2019.

Mardani menyebut, setidaknya ada delapan alasan F-PKS menolak RUU Pertanahan ini disahkan. Berikut rinciannya;

1. RUU Pertanahan menguntungkan pemilik modal besar

Dalam pasal 27 dan pasal 31 dijelaskan bahwa batas maksimum penguasaan tanah per provinsi oleh perorangan dan badan usaha tidak diatur secara detail dalam RUU Pertanahan ini, tapi hanya diatur dalam Peraturan Menteri. Kemudian,
dalam pasal 13 ayat (2) dijelaskan bahwa batas maksimum penguasaan tanah dikecualikan dengan memperhatikan skala ekonomi.

Dalam pasal 13 ayat (4) dijelaskan bahwa apabila pihak swasta melanggar batas maksimum penguasaan tanah, maka mereka cukup membayar pajak progresif. "Hal ini tentu saja sangat menguntungkan pihak swasta yang memiliki modal kapital yang besar karena pada prinsipnya semahal-mahalnya nilai pajak progresif, pasti tetap akan lebih kecil dibandingkan nilai aset tanah," ujar Mardani.

2. Cenderung memberikan banyak kemudahan investasi bagi pemegang HGU, HGB dan Hak Pakai Berjangka Waktu

PKS menyoroti beberapa pasal, diantaranya; pasal 25 ayat (3) dan pasal 32 yang menjelaskan bahwa HGU dan HGB dapat dijadikan jaminan hutang dan diberikan hak tanggungan.

"Menurut kami, pasal ini berisiko karena apabila pihak terhutang tidak bisa melunasi hutangnya, maka pihak pemberi hutang bisa mengambil asset hasil ekplorasi tanah dan bangunan yang sejati dapat menjadi milik Negara apabila masa berlaku HGU dan HGB nya telah habis," ujar Mardani.

3. Tidak ada upaya memprioritaskan pemberian hak pakai kepada koperasi buruh tani, nelayan, UMKM dan masyarakat kecil lainnya

Dalam pasal 34 dan pasal 35 RUU Pertanahan ini adalah pemberian Hak Pakai dengan jangka waktu tertentu kepada perorangangan dan Badan Usaha, yang prinsipnya tidak berbeda jauh dengan pemberian HGU dan HGB.

4. Terbatasnya akses publik dalam pendaftaran tanah

Dalam pasal 46 ayat (9) huruf (a), akses masyarakat untuk mengetahui daftar pemilik hak atas tanah sangat dibatasi, kecuali untuk penegak hukum. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat tidak dapat turut berpartisipasi mengawasi pihak swasta yang memiliki tanah melebihi batas maksimum sebagaimana ditentukan oleh Pemerintah.

5. Tidak ada upaya konkret pemerintah meningkatkan nilai ekonomi lahan warga yang telah disertifikasi melalui program pemerintah.

Hal ini dinilai menyebabkan kecenderungan masyarakat yang tanahnya telah disertifikasi akan mengagunkan atau menjual tanahnya guna memenuhi kehidupan sehari-hari.

6. Tidak adanya upaya yang konkret mempercepat proses pengakuan tanah hukum adat yang menjadi amanat Putusan MK 35/2012

Dalam penjabaran pasal 5 pada draft RUU tentang Pertanahan ini, proses pengakuan tersebut tanah adat harus melalui Perda Kabupaten/Kota atau Provinsi. Proses tersebut, selama ini telah terbukti tidak mampu mempercepat proses pengakuan tanah hukum adat.

"Pasal 6 draf RUU tentang Pertanahan ini bahkan diduga dapat mereduksi ruang lingkup tanah ulayat, dimana ruang lingkupnya hanya pada kawasan non hutan," ujar Mardani.

7. Terhapusnya status tanah hak bekas swapraja, yang selanjutnya akan kembali menjadi tanah negara.

8. Tidak ada kebijakan untuk memberantas mafia tanah dan mengendalikan nilai tanah.

Berita terkait

Pengamat Nilai PKS Cenderung Jadi Partai di Luar Pemerintahan

3 jam lalu

Pengamat Nilai PKS Cenderung Jadi Partai di Luar Pemerintahan

PKS diprediksi bakal menjadi partai di luar pemerintahan.

Baca Selengkapnya

Nasdem, PKS, dan Perindo Jajaki Koalisi pada Pilkada 2024 di Sulsel

13 jam lalu

Nasdem, PKS, dan Perindo Jajaki Koalisi pada Pilkada 2024 di Sulsel

Nasdem Sulsel menyatakan komunikasi politik tetap terbuka dengan partai lain guna menghadapi Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Imam Budi Hartono Siap Maju Pilkada Depok 2024, Berharap Bisa Koalisi dengan Golkar

18 jam lalu

Imam Budi Hartono Siap Maju Pilkada Depok 2024, Berharap Bisa Koalisi dengan Golkar

Imam Budi Hartono sudah memegang surat keputusan dari DPP PKS untuk maju Pilkada Depok 2024 dan berharap bisa berkoalisi dengan Golkar.

Baca Selengkapnya

Analis Politik Sebut Depok Krisis Tokoh Hadapi Dominasi PKS

23 jam lalu

Analis Politik Sebut Depok Krisis Tokoh Hadapi Dominasi PKS

Kota Depok sampai saat ini dinilai masih krisis calon pemimpin. Apalagi untuk melawan dominasi PKS dalam Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Ketua DPW PKS Jakarta Masuk Bursa Bakal Calon Gubernur

1 hari lalu

Ketua DPW PKS Jakarta Masuk Bursa Bakal Calon Gubernur

Bursa calon gubernur Daerah Khusus Jakarta dari PKS mulai ramai. Salah satunya Ketua DPW PKS Jakarta Khoirudin.

Baca Selengkapnya

Soal Pertemuan dengan Megawati dan PKS, Gerindra: Prabowo Masih Punya Agenda Lain

1 hari lalu

Soal Pertemuan dengan Megawati dan PKS, Gerindra: Prabowo Masih Punya Agenda Lain

Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, bicara mengenai peluang pertemuan antara Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarnoputri dan PKS. Apa katanya?

Baca Selengkapnya

Soal Sikap Politik PKS Usai Pilpres 2024, Jubir: Santai Saja

1 hari lalu

Soal Sikap Politik PKS Usai Pilpres 2024, Jubir: Santai Saja

Koordinator Juru bicara PKS, Ahmad Mabruri, mengatakan sikap politik PKS jadi koalisi atau oposisi akan diumumkan jika sudah diputuskan Majelis Syuro.

Baca Selengkapnya

Partai Gelora Tolak PKS Bergabung ke Koalisi Prabowo, Gibran: Semuanya Baik-Baik Saja

1 hari lalu

Partai Gelora Tolak PKS Bergabung ke Koalisi Prabowo, Gibran: Semuanya Baik-Baik Saja

PKS memang belum membuat keputusan resmi akan bergabung atau tidak di pemerintahan Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Ragam Pendapat Soal Pentingnya Oposisi di Pemerintahan Prabowo-Gibran

2 hari lalu

Ragam Pendapat Soal Pentingnya Oposisi di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Sejumlah kalangan menilai DPR membutuhkan partai oposisi untuk mengawasi pemerintahan Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Tim Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Bubar, Kilas Balik Gunakan Istilah Timnas AMIN

2 hari lalu

Tim Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Bubar, Kilas Balik Gunakan Istilah Timnas AMIN

Timnas Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) dibubarkan pada 30 April 2024. Kilas balik pembentukan dan siapa tokoh-tokohnya?

Baca Selengkapnya