Kementerian ATR Berkukuh RUU Pertanahan Segera Disahkan
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Amirullah
Rabu, 18 September 2019 10:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang berkukuh agar Rancangan Undang-undang Pertanahan (RUU Pertanahan) disahkan pada bulan September ini. Sekretaris Jenderal Kementerian ATR Himawan Arief Sugito mengatakan target ini merupakan hasil rapat sejumlah kementerian di kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Kamis, 12 September 2019.
Dia mengklaim tujuh kementerian yang tergabung dalam Amanat Presiden (Ampres) untuk membahas rancangan undang-undang ini sudah sepakat. “Pemerintah satu suara agar RUU Pertanahan dapat segera disahkan,” kata Himawan kepada Tempo, Selasa, 17 September 2019.
Saat ini, ada tujuh kementerian yang menjadi wakil pemerintah dalam pembahasan RUU Pertanahan, yaitu Kementerian ATR, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kementerian Pertahanan. Empat kementerian terakhir baru masuk dalam Ampres per 26 Agustus lalu.
Menurut Himawan, tim panitia kerja (Panja) RUU Pertanahan akan menjadwalkan rapat bersama DPR pada 23 September mendatang. Dia berharap pengambilan keputusan tingkat pertama dilakukan pada hari itu, kemudian berlanjut ke rapat paripurna keesokan harinya.
"Semoga saja untuk pertanahan yang lebih baik, dan sudah 60 tahun belum ada UU di bidang pertanahan," ujarnya.
Himawan mengatakan RUU Pertanahan sudah 90 persen rampung dibahas. Ia mengklaim hanya ada dua poin yang perlu didalami, yakni pasal-pasal yang menyangkut bank tanah dan pengadilan pertanahan.
Pemerintah disebutnya sudah sepakat dua lembaga itu harus ada. Hanya saja, ujarnya, Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat Panja pada Senin, 9 September lalu meminta agar tugas-tugas kedua lembaga itu diperjelas.
<!--more-->
Berbeda dengan klaim Himawan, sumber Tempo yang mengetahui pembahasan RUU Pertanahan di tingkat pemerintah menyebut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum satu suara dengan Kementerian ATR.
Dalam rapat Kamis, 12 September bersama Wapres Jusuf Kalla, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar meminta agar RUU Pertanahan itu tak buru-buru disahkan.
Menurut dia, Siti protes karena draf yang dipaparkan ATR di depan JK berbeda dengan hasil rapat panja dengan DPR tiga hari sebelumnya. "Dari tata norma pembuatannya agak aneh, harusnya kalau sudah disepakati tidak berubah-ubah lagi," kata dia.
Siti Nurbaya belum bisa diwawancarai. “Saya masih di lapangan,” kata dia. Adapun Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono tak merespons pesan dan panggilan Tempo.
Namun beda suara antarkementerian bukan kali pertama ini terjadi. Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga sempat protes lantaran RUU Pertanahan memuat pasal mengenai ruang air dan pesisir. Lewat surat kepada Presiden Joko Widodo 21 November 2018, Susi meminta agar RUU Pertanahan hanya mengatur tentang rezim pertanahan.
“Ruang di atas tanah berupa air tidak perlu diatur dalam RUU Pertanahan, dengan pertimbangan pengaturan ruang telah diatur dalam undang-undang tersendiri,” kata Susi dalam suratnya.
Susi juga meminta agar kata ‘air’ dihapus dalam pengertian hak atas tanah. Dia mengingatkan, di perairan atau laut hanya berlaku izin lokasi perairan sesuai dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014.
Mengutus Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti dalam setiap rapat, KKP mendesak agar permintaan itu diperhatikan. Dalam rapat akhir Agustus lalu, JK menerima usulan tersebut.
Brahmantya enggan berkomentar perihal ini. Dia cuma membenarkan Susi pernah mengirim surat tersebut kepada Presiden. "Sekarang sudah clear," kata dia.