Soal NKRI Syariah, Ponpes Yogya: Dipikir Boleh, Diwujudkan Jangan
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Juli Hantoro
Sabtu, 10 Agustus 2019 06:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pondok Pesantren (Ponpes) Sunan Kalijaga Gesikan Yogyakarta menyoroti rekomendasi yang dihasilkan Ijtima Ulama IV Persatuan Alumni 212 soal Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI Syariah berdasarkan Pancasila.
"Kami ucapkan selamat dan sukses pelaksanaan Ijtima Ulama IV itu. Tapi tidak semua hasil ijtima ulama bisa diterima umat dan warga negara Indonesia pada umumnya," ujar Pengasuh Ponpes Sunan Kalijaga Yogya Beny Susanto melalui keterangan tertulis dari Mekkah, Jumat petang 9 Agustus 2019.
Dalam Ijtima Ulama PA 212 yang digelar di Sentul pada Senin, 5 Agustus 2019, ditelurkan 8 rekomendasi. Salah satunya adalah konsep NKRI syariah berdasarkan Pancasila.
Beny mengakatan konsep NKRI berdasarkan syariah yang direkomendasikan pertemuan itu memang sah-sah saja karena merupakan hasil pemikiran bersama mereka.
"Sebagai pemikiran boleh saja. Tetapi tidak boleh diwujudkan dalam kehidupan bernegara di Indonesia," ujarnya.
Beny menambahkan sebagai bagian kecil dari warga bangsa dan negara dengan NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945, Ponpes Sunan Kalijaga Gesikan menegaskan tidak ada ruang bagi NKRI Bersyariah.
Secara sederhana, menurutnya, arus utama umat Islam dalam beberapa ormas di Nusantara yang diwakili oleh organisasi seperti Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah tidak mengenal konsep NKRI Bersyariah.
Beny berkaca misalnya Muktamar PBNU ke-11 pada 1936 di Banjarmasin yang telah menegaskan Indonesia diputuskan sebagai Daarus Salaam atau Negara Damai.
Sementara, ujar dia, Muhammadiyah pada Muktamar ke-47 2015 di Makassar juga menegaskan NKRI sebagai Daarul 'ahdi was syahadah atau negara yang telah disepakati oleh para tokoh-tokohnya.
"Maka konsep NKRI Bersyariah tidak memiliki akar historis yang kuat dan bisa mengarah pada gejala degradasi ideologi bernegara," ujarnya.
Tidak bisa tidak, ujar Beny, konsep NKRI dengan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945 merupakan konsensus final yang harus disyukuri dan dirawat bersama-sama.
Selain menyoroti soal rekomendasi NKRI Syariah, Beny juga menyoroti usulan pelembagaan ijtima ulama sebagai gagasan yang tidak perlu dilakukan.
"Silahkan saja bentuk partai politik ataupun ormas karena selain dijamin UU, mungkin lebih selaras dengan kepentingan dan kebutuhan GNPF MUI ataupun alumni 212," ujarnya.
Beny menilai, ormas Islam di Nusantara telah terwadahi pelembagaannya melalui Majelis.Ulama Indonesia (MUI) yang diisi dari kalangan ulama, habaib yang memiliki beragam disiplin keilmuan.
Ponpes Sunan Kalijaga Gesikan, ujar Beny, mengajak GNPF ulama, PA 212 dan seluruh warga bangsa dan negara Indonesia untuk terus merajut tali silaturahmi untuk memperkuat kemanusiaan, kebangsaan dan keindonesiaan.
"Yakinlah dengan persaudaraan, persatuan yang kokoh, rahmat dan berkah Allah SWT senantiasa dilimpahkan bagi seluruh warga dan bangsa Indonesia," ujarnya.