9 Isu HAM dalam Surat Human Rights Watch untuk Jokowi
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Purwanto
Jumat, 9 Agustus 2019 15:53 WIB
TEMPO, Jakarta-Human Rights Watch mengirim surat berisi rekomendasi menyangkut pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia kepada Presiden Joko Widodo. Surat bertanggal 7 Agustus itu ditandatangani oleh Direktur Eksekutif Divisi Asia Human Rights Watch Brad Adams.
"Secara resmi dikirim kepada Presiden, secara informasi juga dikirim ke staf-staf presiden, beberapa menteri, dan pejabat negara," kata peneliti Human Rights Watch Andreas Harsono kepada Tempo, Jumat, 9 Agustus 2019.
Surat tersebut juga dimuat dalam laman resmi Human Rights Watch di hrw.org. Ada 9 poin yang menjadi isu dalam surat rekomendasi tersebut. Human Rights Watch mendesak Jokowi mempromosikan HAM di periode kedua pemerintahannya nanti.
"Kami bermaksud mendesak Anda untuk menggunakan masa jabatan kedua ini untuk mempromosikan hak asasi manusia bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama banyak kelompok minoritas dan kelompok lain yang terpinggirkan di Indonesia," demikian tertulis dalam surat tersebut.
Berikut rangkuman dari 9 isu HAM yang disorot Human Rights Watch dalam suratnya.
1. Kebebasan Beragama
HRW menilai pemerintah sering gagal melindungi para penganut agama minoritas dari diskriminasi dan kekerasan, termasuk terhadap jemaat Ahmadiyah, Bahai, Buddha, Kristiani, Hindu, Syiah, dan Muslim Sufi, serta penganut agama asli. Maka dari itu, HRW mendesak pemerintahan Jokowi untuk melindungi kebebasan beragama kelompok tersebut, serta tak diskriminatif terkait izin pendirian rumah ibadah.
HRW juga meminta pemerintahan Jokowi mengamandemen atau mencabut sejumlah peraturan yang mendiskriminasi minoritas agama atau memperburuk toleransi di Indonesia, termasuk di antaranya Hukum Penodaan Agama tahun 1965 dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, serta berbagai peraturan lainnya yang bersumber pada Hukum Penodaan Agama.
Selain itu, Kementerian Dalam Negeri juga diminta membangun basis data tentang rumah ibadah yang ditutup selama dua dekade terakhir, dan meninjau kembali kasus-kasus tersebut sebagai imbas Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 2006, serta sejumlah rekomendasi lainnya.
2. Hak-hak Perempuan
<!--more-->
2. Hak-hak Perempuan
Merujuk data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), HRW menyebut bahwa ada ratusan peraturan level nasional dan daerah yang diskriminatif serta membahayakan perempuan. Semisal peraturan daerah yang memaksa perempuan dan anak perempuan mengenakan jilbab di sekolah, kantor pemerintah, dan ruang publik. Kekerasan terhadap perempuan termasuk di dalamnya sunat perempuan juga masih terjadi.
Aturan merekrut perempuan untuk menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan beberapa bagian dari Kepolisian Republik Indonesia juga masih diskriminatif dengan diterapkannya tes keperawanan. Selain itu, perkawinan anak juga terus meningkat setiap tahun.
HRW pun mendesak aturan-aturan diskriminatif tersebut dievaluasi dan dihapus. Kementerian Kesehatan juga didesak mengklarifikasi bahwa sunat perempuan dilarang dan meluncurkan kampanye kesadaran tentang sunat perempuan. HRW juga mendesak parlemen dan pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang disusun Komnas Perempuan.
3. Hak-hak LGBT
<!--more-->
3. Hak-hak LGBT
HRW mendesak pemerintahan Jokowi mengamandemen Undang-undang Pornografi tahun 2008 untuk menghapus kategori "seks menyimpang" dan sejumlah hukuman diskriminatif terkait perilaku seksual sesama jenis. HRW juga meminta Jokowi menginstruksikan kepolisian untuk tak menafsirkan aturan itu sebagai dasar penggrebekan di ruang-ruang pribadi.
Jokowi juga didesak memerintahkan kepolisian agar tak melakukan razia bersama kelompok Islam militan, dan menghentikan penggrebekan berdasarkan "petunjuk" yang mereka terima tentang "aktivitas LGBT".
Selain itu, HRW meminta Jokowi memerintahkan Kementerian Hukum dan HAM meninjau kembali semua peraturan daerah. Kemenkumham harus memastikan semua aturan itu mematuhi jaminan konstitusional dan kewajiban HAM internasional terhadap individu, termasuk soal identitas seksual dan gender individu tersebut.
4. Kurangnya Pertanggungjawaban atas Pelanggaran yang Dilakukan Pasukan Keamanan dan Militan
HRW mendesak Jokowi menyelesaikan penanganan kasus pelanggaran HAM di masa lalu, di antaranya dengan membentuk komisi kebenaran, menerbitkan laporan misi tim pencari fakta kepresidenan terkait pembunuhan aktivis Munir Said Thalib, melakukan penegakan hukum terhadap anggota pasukan keamanan yang terlibat pelanggaran HAM berat.
Kemudian, HRW juga meminta Jokowi menghidupkan kembali rancangan undang-undang yang diajukan di DPR, yang akan memberikan yurisdiksi pengadilan pidana sipil atas personel militer yang bertanggung jawab atas pelanggaran terhadap warga sipil.
5. Kebebasan Berekspresi
<!--more-->
5. Kebebasan Berekspresi
Terkait isu ini, HRW menyoroti bahaya pasal pencemaran nama baik dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan KUHP. HRW menilai ketentuan pencemaran nama itu ancaman terhadap kebebasan berekspresi.
HRW pun mendesak pemerintahan Jokowi nanti mencabut undang-undang pencemaran nama baik itu, serta sejumlah ketentuan dalam KUHP dan ITE yang melanggar kebebasan berekspresi yang diakui secara internasional.
6. Situasi di Papua
Human Rights Watch mendesak pemerintahan Jokowi untuk memastikan kebebasan berekspresi di Papua, membuka akses terhadap jurnalis, pengamat, dan organisasi HAM internasional masuk ke Papua, serta memerintahkan militer menghentikan pengawasan yang tidak sah terhadap para aktivis damai, politikus, dan otoritas sipil di Papua.
HRW juga meminta Jokowi menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, dengan melakukan investigasi menyeluruh dan menyeret pasukan pengamanan yang terlibat pelanggaran HAM ke pengadilan. Selain itu, HRW meminta Jokowi memberi keleluasaan kepada Komisaris Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengunjungi Papua dan Papua Barat.
7. Hak-hak Tanah Masyarakat Adat
<!--more-->
7. Hak-hak Tanah Masyarakat Adat
Terkait masih banyaknya konflik lahan antara perusahaan dan masyarakat adat, HRW mendesak Jokowi mengeluarkan aturan yang menjamin terpenuhinya hak-hak masyarakat adat. Pemerintah juga didesak menyelesaikan klaim tumpang tindih lahan antara perusahaan sumber daya alam dan masyarakat adat dengan cara memperluas mandat dan dukungan jelas terkait inisiatif satu peta.
Selain itu, HRW menyarankan agar pemerintah mendorong disahkannya RUU Masyarakat Adat pada tahun ini.
8. Hak-hak Penyandang Disabilitas
HRW mengapresiasi pemerintahan Jokowi yang dianggap mengambil beberapa langkah penting mengakhiri praktik pemasungan orang dengan kondisi kesehatan mental. Namun banyak orang tetap terkurung dalam institusi rumah sakit, bukannya hidup di tengah masyarakat.
HRW pun mendesak pemerintahan Jokowi membuat kebijakan deinstitusionalisasi bagi para penyandang disabilitas psikososial. Nilai-nilai kesetaraan, kemandirian, dan inklusi juga harus ada bagi para penyandang disabilitas.
9. Perserikatan Bangsa-bangsa
Menurut HRW, Indonesia juga harus memanfaatkan keanggotaannya di Dewan Keamanan PBB untuk melindungi dan mempromosikan HAM di seluruh dunia. Salah satu yang perlu disorot ialah situasi HAM di Xinjiang, Cina, di mana sekitar satu juta Muslim Uighur dan Turk ditahan secara sewenang-wenang.
HRW merekomendasikan pemerintahan Jokowi untuk memastikan posisi Indonesia di Dewan Keamanan dan badan PBB lainnya mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia internasional dan hukum kemanusiaan, serta bekerja sama dengan prosedur khusus PBB.
BUDIARTI UTAMI PUTRI