TEMPO Interaktif, Jakarta:Departemen Kehutanan dan Polri berhasil mengungkap kasus mafia kayu di Ketapang, Kalimantan Tengah. Hal itu diungkapkan Menteri Kehutanan M.S Kaban dalam jumpa pers di kantor pusat Departemen Kehutanan, Jakarta, Jumat (4/4) sore. Dalam kasus tersebut, semua unsur terlibat di dalamnya. Menteri Kehutanan mengatakan ada keterlibatan bupati sebagai pemberi izin, Kapolres, Dinas Kehutanan, bahkan hakim dan Jaksa. Hal itu terungkap karena izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) palsu yang dikeluarkan oleh bupati untuk PT Alas Kesuma. Pemain yang bermain di dalamnya adalah Goh Ai Siong, A Un, Dian Williantoro dan Freddy Lie, dengan dukungan dari tokoh adat dan panglima adat. Kaban menjelaskan bahwa kerugian yang dialami negara dengan ditemukannya kayu-kayu tersebut sangat besar. "Ada 30 kapal yang keluar dari daerah tersebut per harinya dengan muatan mencapai 800-1000 meter kubik (m3) per hari," ujarnya. Kayu-kayu tersebut berbentuk kayu olahan dengan gergaji halus yang dikirim ke Kucing, Serawak .Diindikasikan dari bentuk kayu olahan tersebut ada mesin penggesek di hulu sungai. Kayu-kayu tersebut dijual dengan harga 3.600 ringgit per meter kubik atau sekitar 18 juta rupiah dan berjumlah 12.000 m3 yang berasal dari sekitar 25.000 kayu log. Ini belum termasuk tambahan dua kapal lainnya. Jenis kayu yang ditemukan kebanyakan dari jenis kayu fancy, bangkirai, yang sulit ditemukan di Indonesia, namun sangat mudah ditemukan di Sarawak. "Saya yakin semua kayu bangkirai dari Kuching itu berasal dari kita," ujar Kaban. Saat ini, Tommy Wong, sang pemilik pabrik, sudah ditahan. Sedangkan A Siong dan A Un masih dalam pengejaran. Kaban mengharapkan semua jajaran berkoordinasi agar tidak memberi celah pada para mafia kayu ini. "Jangan ada yang dilepaskan, gulung habis." ujarnya. Ia juga mengimbau agar semua rekekening-rekening milik para mafia kayu itu diblokir. Demikian pula dengan paspor mereka, Kaban minta agar selalu dilakukan monitoring. Menteri berharap operasi ini akan menjadi motivator untuk mengungkap kejahatan kayu lainnya, dan ini menjadi kasus terakhir di Ketapang. Fanny Febyanti