Penasihat Hukum Ahmad Dhani Tolak Saksi Ahli dari Dinas Kominfo
Reporter
Kukuh S. Wibowo
Editor
Tulus Wijanarko
Selasa, 19 Maret 2019 17:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik dengan terdakwa musikus Ahmad Dhani di Pengadilan Negeri Surabaya diwarnai penolakan penasihat hukum terhadap ahli teknologi informasi yang dihadirkan jaksa, Selasa, 19 Maret 2019. Penasihat hukum Dhani, Aldwin Rahardian, keberatan karena latar belakang saksi ahli, Dendy Eka Puspitawadi, yang sarjana bidang kimia.
Menurut Aldwin, meski Dendy adalah Kepala Seksi Tata Kelola dan Pemberdayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur, namun dinilai tidak kompeten dan tidak kredibel menjelaskan soal teknologi informasi. Apalagi, kata dia, Dendy belum pernah mengambil pendidikan khusus soal teknologi informasi.
"Kami keberatan, ahli yang dihadirkan jaksa tak kredibel. Sehingga kami tidak ada pertanyaan," kata Aldwin.
Karena pihak terdakwa keberatan, majelis hakim pun meminta Dendy tak melanjutkan keterangannya. Dendy akhirnya mundur dari kursi saksi ahli sebelum sempat memaparkan pendapatnya.
Saat ditanya Tempo Dendy tak memasalahkan keberatan kubu Ahmad Dhani tersebut. Menurut dia penolakan itu sesuatu hal yang biasa. "Saya hanya ingin katakan bahwa sudah jelas vlog Ahmad Dhani masuk ranah transaksi elektronik. Dan ia mentransmisikan vlog tersebut," kata Dendy.
Kasus Ahmad Dhani di Pengadilan Negeri Surabaya berawal pada beredarnya vlog di media sosial, termasuk Youtube, pada 26 Agustus 2019. Saat itu Dhani yang akan memimpin deklarasi relawan #2019GantiPresiden di Tugu Pahlawan Surabaya tak bisa keluar dari Hotel Majapahit karena dikepung massa.
Dhani kemudian membuat vlog dan menyebut massa di luar hotel sebagai 'idiot.' Perkataan Dhani membuat tersinggung massa yang tergabung dalam Elemen Bela NKRI. Perwakilan pengunjuk rasa melaporkan masalah itu ke Polda Jawa Timur. Dhani dijerat Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang ITE.
Selain ahli bidang teknologi informasi, jaksa juga menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Pelita Harapan, Yusuf Jacobus.
KUKUH S WIBOWO (Surabaya)