Alissa Wahid Menolak Gagasan Kembalinya Dwifungsi TNI

Sabtu, 23 Februari 2019 19:03 WIB

Komnas HAM memperkenalkan Tim Pemantauan Kasus Novel Baswedan dengan anggota Taufan Damanik, Sandrayati Moniaga, M. Choirul Anam, Romo Magnis Suseno, Bivitri Susanti, Alissa Wahid di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat, 9 Maret 2018. TEMPO/Maria Fransisca Lahur.

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian (JGD) Alissa Qotrunnada Munawaroh atau Alissa Wahid menyebut wacana mengembalikan Dwifungsi Tentara Nasional Indonesia (dwifungsi TNI) harus ditolak karena hal itu sudah usang diterapkan dalam masyarakat madani.

Putri dari Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini mengatakan penempatan perwira aktif TNI pada jabatan sipil bisa menimbulkan dualisme kekuatan bersenjata dan kekuatan sipil. “Dampaknya akan terjadi tarik menarik kekuasaan,” kata dia usai acara memorial lecture Ziarah Pemikiran Gus Dur di University Club Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Sabtu, 23 Februari 2019. Acara ini merupakan rangkaian dari peringatan haul atau wafat Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Isu mengenai dwifungsi TNI ini marak setelah Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto melemparkan gagasan ingin menambah pos jabatan baru bagi jabatan perwira tinggi di internal serta ke kementerian lainnya. Jabatan baru ini salah satunya bertujuan untuk menampung perwira tinggi yang bertumpuk di TNI.

Salah satu hal yang dilakukan untuk restrukturisasi ini adalah dengan merevisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan revisi UU TNI dianggap perlu untuk menyelesaikan masalah ratusan perwira tinggi dan perwira menengah tanpa jabatan struktural. Dengan merevisi UU TNI, perwira tinggi dan perwira menengah yang tanpa jabatan itu akan berkurang dari 500 orang menjadi 150 sampai 200 orang.

Alissa mengatakan bila secara struktural jabatan sipil dikuasai TNI, maka garis komandonya dipegang TNI. “Tentara berpotensi melakukan opresi terhadap kalangan sipil,” kata dia. Alissa setuju dengan gerakan masyarakat sipil yang kritis dan menolak wacana penempatan perwira aktif TNI di jabatan publik.

Advertising
Advertising

Sumber daya TNI, kata dia, lebih pas ditempatkan pada bidang-bidang yang membutuhkan keahlian khusus, contohnya untuk respon kedaruratan bencana, misalnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pemerintah harus memperjelas maunya seperti apa lewat wacana penempatan perwira TNI aktif di jabatan publik.

Dalam sejarahnya, masyarakat sipil menuntut penghapusan Dwifungsi ABRI saat terjadi Reformasi 1998. Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang berkuasa sejak 1999 hingga 2001 mengembalikan tentara ke barak.

SHINTA MAHARANI (Yogyakarta) | SYAFIUL HADI

Berita terkait

Imparsial Khawatirkan Rancangan PP Manajemen ASN akan Kembalikan Dwifungsi ABRI

46 hari lalu

Imparsial Khawatirkan Rancangan PP Manajemen ASN akan Kembalikan Dwifungsi ABRI

RPP Manajemen ASN merupakan aturan pelaksana dari revisi UU ASN yang pada tahun lalu berhasil disahkan.

Baca Selengkapnya

Aktivis Masyarakat Sipil Sumbar Tolak Dwi Fungsi TNI hingga Dorong Hak Angket

46 hari lalu

Aktivis Masyarakat Sipil Sumbar Tolak Dwi Fungsi TNI hingga Dorong Hak Angket

Majelis Akademika dan Aktivis Masyarakat Sipil Sumatera Barat menyampaikan delapan tuntuntan untuk penyelamatan demokrasi.

Baca Selengkapnya

Siap-siap Dwifungsi TNI Lagi

51 hari lalu

Siap-siap Dwifungsi TNI Lagi

Masyarakat sipil ramai-ramai menentang langkah pemerintah menempatkan prajurit TNI-Polri aktif di jabatan sipil. Tanda dwifungsi TNI hidup kembali.

Baca Selengkapnya

Koalisi Sipil Sebut UU ASN Berpeluang Bangkitkan Dwifungsi TNI

9 Oktober 2023

Koalisi Sipil Sebut UU ASN Berpeluang Bangkitkan Dwifungsi TNI

Koalisi Sipil mengatakan revisi UU ASN berpeluang membangkitkan kembali dwifungsi militer era Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Moeldoko Minta Masyarakat Tak Ketakutan Berlebihan Soal Revisi UU TNI

24 Mei 2023

Moeldoko Minta Masyarakat Tak Ketakutan Berlebihan Soal Revisi UU TNI

Kepala Staf Presiden Moeldoko menampik keresahan masyarakat yang menyebut Revisi UU TNI bakal kembali menghidupkan dwifungsi TNI.

Baca Selengkapnya

Penempatan TNI di Jabatan Sipil dalam Revisi UU TNI, Agum Gumelar: Jangan, Enggak Perlu Lagi

22 Mei 2023

Penempatan TNI di Jabatan Sipil dalam Revisi UU TNI, Agum Gumelar: Jangan, Enggak Perlu Lagi

Agum Gumelar angkat bicara soal langkah pemerintah yang hendak merevisi UU TNI, salah satunya TNI bakal bisa menduduki beberapa jabatan sipil.

Baca Selengkapnya

Jokowi Enggan Tanggapi Polemik Revisi UU TNI: Baru Pembahasan

15 Mei 2023

Jokowi Enggan Tanggapi Polemik Revisi UU TNI: Baru Pembahasan

Presiden Jokowi enggan mengomentari polemik terkait usulan revisi UU TNI. Revisi UU TNI ini kini menuai kontroversi lantaran masuknya beberapa pasal yang krusial

Baca Selengkapnya

Koalisi Sipil Ungkap 6 Poin Revisi UU TNI yang Berdampak Kemunduran Demokrasi dan HAM

10 Mei 2023

Koalisi Sipil Ungkap 6 Poin Revisi UU TNI yang Berdampak Kemunduran Demokrasi dan HAM

Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pemerintah meninjau ulang revisi UU TNI. Revisi itu merupakan kemunduran demokrasi, memicu kembalinya dwifungsi TNU.

Baca Selengkapnya

KontraS: Wacana TNI Menjabat di Kementerian Mengkhianati Reformasi

8 Agustus 2022

KontraS: Wacana TNI Menjabat di Kementerian Mengkhianati Reformasi

KontraS menilai wacana yang dilontarkan Luhut Binsar Pandjaitan problematis, sebab kontraproduktif terhadap semangat profesionalisme militer.

Baca Selengkapnya

Kekhawatiran Dwifungsi TNI Lewat Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah

31 Mei 2022

Kekhawatiran Dwifungsi TNI Lewat Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah

Sejumlah aktivis dan pegiat demokrasi mendesak pemerintah mengoreksi penunjukkan TNI/Polri aktif sebagai penjabat kepala daerah.

Baca Selengkapnya