Kata Yasonna Soal Remisi Terpidana Pembunuhan Wartawan
Reporter
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Editor
Juli Hantoro
Rabu, 23 Januari 2019 14:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menanggapi enteng kritik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar terkait pemberian remisi terhadap I Nyoman Susrama, terpidana seumur hidup dalam kasus pembunuhan wartawan Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
Baca juga: Terdakwa Otak Pembunuh Wartawan Radar Bali Dituntut Mati
"Kalau kecaman, kan, bisa saja, tapi kalau orang itu sudah berubah bagaimana?" katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 23 Januari 2019.
Yasonna mengibaratkan pemberian remisi ini seperti hukuman bagi pendosa yang masuk neraka di akhirat kelak. Menurut dia, jika sudah berubah maka pendosa itu tidak selamanya berada di sana.
"Kalau kamu berbuat dosa (lalu) berubah, masuk neraka terus? enggak, kan. Jadi jangan melihat sesuatu sangat politis," tuturnya.
Sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar menilai pemberian remisi kepada Susrama bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. Mereka beralasan pengungkapan kasus yang terjadi pada 2010 ini menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia karena sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah.
Menurut Yasonna, pemberian remisi adalah hal yang biasa. Jika tidak ada kebijakan remisi maka penjara akan penuh. "Enggak muat itu lapas kalau semua dihukum, enggak pernah dikasih remisi," kata dia.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menjelaskan Susrama mendapat remisi karena telah berkelakuan baik, telah menjalani masa tahanan selama sepuluh tahun dari vonis seumur hidup, dan umurnya yang kini 60 tahun.
Baca juga: AJI: Kekerasan dan Persekusi Wartawan di 2018 Tinggi
"Jadi itu remisi perubahan, dari seumur hidup menjadi 20 tahun, berarti kalo dia sudah 10 tahun ditambah 20 tahun jadi 30 tahun (dipenjara)," ucapnya.
Yasonna menuturkan pemberian remisi dalam kasus pembunuhan wartawan ini sudah sesuai prosedur. Mulai dari usulan lembaga pemasyarakatan, pengecekan oleh tim pengamat pemasyarakatan (TPP), diusulkan ke Kepala Kantor Wilayah Kemenkum HAM. Setelah itu pihak Kanwil membentuk lagi TPP, lalu menyerahkan rekomendasi ke Direktur Jenderal Pemasyarakatan untuk dicek kembali.
"Dirjen PAS rapat kembali, buat TPP lagi, karena untuk prosedur itu sangat panjang, baru diusulkan ke saya," tuturnya.