Pemotongan Tanda Salib Dianggap Indikasikan Pelemahan Toleransi

Kamis, 20 Desember 2018 11:50 WIB

Nisan berbentuk tanda salib yang dipotong di sebuah TPU Jambon, Yogyakarta. TEMPO/Pribadi Wicaksonoi

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Riset Setara Institute, Halili, mengatakan pemotongan nisan makam bersimbol salib di Purbayan, Kotagede, Yogyakarta, mengindikasikan adanya pelemahan basis sosial di Yogyakarta dalam membangun toleransi. “Dalam perspektif kebinekaan dan kesetaraan hak konstitusional memeluk agama, tindakan kelompok mayoritas tersebut tidak dapat dibenarkan,“ kata Halili di Jakarta, Rabu, 19 Desember 2018.

Baca: Mendagri Akan Cek Kasus Pemotongan Nisan Salib

Halili menjelaskan, kasus Purbayan menunjukkan mengerasnya konservatisme keagamaan yang menjangkau kelompok sosial terbawah. Menurut dia, ini tidak hanya berdampak pada penebalan politik identitas, tapi juga penguatan kecemasan dan ketakutan atas simbol identitas yang berbeda. Halili pun menilai, surat pernyataan bermeterai menjadi sarana menuntut keikhlasan dari kelompok minoritas.

Polemik ini bermula ketika sekelompok masyarakat meminta keluarga memotong simbol salib pada nisan Albertus Slamet Sugiardi, seorang penganut Katolik, di Permakaman Jambon, RT 53 RW 13 Kelurahan Purbayan, Kotagede, Yogyakarta. Mereka tak ingin tanda agama Katolik ada di area permakaman. Mereka berdalih ingin menjadikan kompleks tersebut sebagai area permakaman khusus muslim. Mereka juga meminta makam Slamet dibuat di pinggir permakaman.

Nisan Slamet pun tinggal berbentuk huruf T. Setelah permakaman, warga setempat melarang keluarga untuk menggelar doa arwah. Ketua RT 53, Soleh Rahmad Hidayat, berdalih tak adanya simbol kristiani di makam telah menjadi aturan tak tertulis warganya. Warga pun meminta Maria Sutris Winarni untuk menandatangani surat pernyataan yang berisi keikhlasan untuk menghilangkan tanda salib tersebut.

Baca: Heboh Nisan Tanda Salib Dipotong di Yogya, Begini Kronologinya

Halili menambahkan, peristiwa ini sejalan dengan rilis Indeks Kota Toleran 2018 oleh Setara Institute. Dalam rilisnya, Yogyakarta memiliki skor 4,8 dalam skala 1-7. Menurut dia, skor ini menunjukkan masih sangat rendahnya toleransi di Yogyakarta. “Kasus Purbayan menegaskan buruknya inklusi soal keagamaan,” kata dia.

Advertising
Advertising

Ketua Komisi Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Kevikepan DIY, Agustinus Sumaryoto, mengatakan kasus Purbayan ini bukan peristiwa intoleransi pertama di Yogyakarta setelah penyerangan Gereja Santa Lidwina, Bedog, Sleman. Sumaryoto mengatakan, berdasarkan penelusuran timnya, status area permakaman Slamet adalah permakaman umum. Ia pun meminta kepolisian melindungi keluarga korban dari segala bentuk tekanan dan ancaman fisik.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bakal mengkaji kasus pemotongan salib nisan tersebut. “Untuk teguran, kami akan lihat dulu kasusnya,“ ujar dia. Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan bahwa pemerintah akan terus berupaya untuk mencegah timbulnya intoleransi di masyarakat.

Adapun Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, membantah Yogyakarta tak toleran. “Itu konsekuensi karena diviralkan, padahal sebenarnya tidak ada masalah,“ ujarnya. Menurut dia, warga Purbayan sudah cukup toleran dengan memperbolehkan jenazah Slamet dimakamkan di area permakaman yang selama ini hanya untuk warga muslim.

VINDRY FLORENTIN | MUH. SYAIFULLAH (YOGYAKARTA)

Berita terkait

Yogyakarta Padat saat Libur Lebaran, Jumlah Kendaraan Keluar Lebih Banyak daripada yang Masuk

10 hari lalu

Yogyakarta Padat saat Libur Lebaran, Jumlah Kendaraan Keluar Lebih Banyak daripada yang Masuk

Pemudik maupun wisatawan yang masuk ke Yogyakarta dengan kendaraan pribadi tak sedikit yang melewati jalur alternatif.

Baca Selengkapnya

Kasus Nuthuk dan Pungli di Yogyakarta Selama Libur Lebaran Diklaim Nihil

10 hari lalu

Kasus Nuthuk dan Pungli di Yogyakarta Selama Libur Lebaran Diklaim Nihil

Pemerintah Kota Yogyakarta mengantisipasi aksi nuthuk harga dengan membuka kanal aduan melalui media sosial.

Baca Selengkapnya

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

15 hari lalu

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.

Baca Selengkapnya

Muhammadiyah Beberkan Alasan Tetapkan Idulfitri Lebih Awal

19 hari lalu

Muhammadiyah Beberkan Alasan Tetapkan Idulfitri Lebih Awal

Menurut Haedar, maklumat yang disampaikan Muhammadiyah lebih awal tak bermaksud mendahului pihak tertentu dalam penentuan Idulfitri.

Baca Selengkapnya

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

26 hari lalu

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

Bupati Nikson Nababan berhasil membangun kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Menjadi percontohan toleransi.

Baca Selengkapnya

Mudik ke Yogyakarta, Ketahui Jalur Utama dan Alternatif untuk Antisipasi Kemacetan

28 hari lalu

Mudik ke Yogyakarta, Ketahui Jalur Utama dan Alternatif untuk Antisipasi Kemacetan

Yogyakarta memiliki empat jalur yang utama sedangkan jalur alternatif ada tujuh, bisa digunakan pemudik saat libur Lebaran.

Baca Selengkapnya

Sepotong Yogya di Belantara Jakarta

34 hari lalu

Sepotong Yogya di Belantara Jakarta

Sejumlah restoran serta kedai kopi di Jakarta dan sekitarnya menyuguhkan tema ala Yogyakarta untuk nostalgia. Menu mirip kuliner di Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Adik Habib Hasan bin Jafar Assegaf Ungkap Alasan Almarhum Dimakamkan di Kaki Pusara Ibunda

44 hari lalu

Adik Habib Hasan bin Jafar Assegaf Ungkap Alasan Almarhum Dimakamkan di Kaki Pusara Ibunda

Habib Abdullah adik kandung Habib Hasan bin Jafar Assegaf ungkap alasan almarhum dimakamkan di kaki pusara ibundanya di komplek Masjid.

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

46 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

Sambut Ramadan, Ada Pasar Kuliner Jadul Selama Tiga Hari di Halaman Polda DI Yogyakarta

50 hari lalu

Sambut Ramadan, Ada Pasar Kuliner Jadul Selama Tiga Hari di Halaman Polda DI Yogyakarta

Wiwitan Pasa di Yogyakarta menyuguhkan Pasar Kangen, semacam pasar tradisional dengan beragam kuliner jadul dan panggung hiburan.

Baca Selengkapnya