Cerita Konseling untuk Para Pelaku KDRT
Reporter
Pito Agustin Rudiana (Kontributor)
Editor
Syailendra Persada
Minggu, 25 November 2018 13:02 WIB
Konselor laki-laki Rifka Annisa, Sabar Riyadi, menjelaskan prosedurnya. Korban KDRT yang datang meminta pendampingan dan menginginkan tetap mempertahankan pernikahan dianjurkan konselor mengajak suami atau pelaku mengikuti couple counseling. Konselor akan mengundang suami secara lisan dan tertulis.
Dalam konseling disampaikan tujuan dari konsultasi tersebut. “Konseling dilakukan terpisah antara suami dan istri dengan konselor yang berbeda. Kalau jadi satu, biasanya ribut,” kata Sabar.
Tujuan konseling terpisah ini adalah untuk membangun kepercayaan suami. Sebab tidak semua suami atau pelaku KDRT merasa aman dan nyaman menjalani konseling. Mengingat selama ini konseling hanya diberikan terhadap perempuan. “Kalau suami tak mau ikut konseling, kami sampaikan kepada istri untuk membuat keputusan,” kata Sabar.
Setidaknya ada 12 tahapan yang dimulai dari assessment sampai integrasi. Semisal, konflik terjadi karena suami emosional sehingga mudah melakukan kekerasan. Solusinya adalah bagaimana mengelola emosi. Hasil dari assesment terhadap pelaku KDRT atau sang suami akan diberikan kepada konselor perempuan agar bisa dievaluasi.
Selama menjalani konseling Sabar menuturkan biasanya para pelaku KDRT atau suami akan menunjukkan empat tahapan gejala. Ada tahap menyangkal, prekontemplasi, kontemplasi, hingga pelibatan. Pada tahap pertama biasanya ditandai penyangkalan suami sebagai pihak yang bersalah.
Sementara bagi pelaku yang sudah dilaporkan korban kepada polisi juga bisa menjalani konseling, baik sebelum atau setelah putusan. Konseling tersebut bisa didasarkan pada mandatori dari kepolisian. “Tapi baru Polres Gunungkidul yang menerapkan itu karena ada nota kesepakatan dengan Rifka Annisa,” kata Sabar.
Baca kelanjutannya: Apakah konseling akan menghilangkan tuntutan pidana?