Pengamat Bandingkan Gaya Bahasa Soeharto, SBY, Jokowi, Prabowo
Reporter
Friski Riana
Editor
Syailendra Persada
Jumat, 16 November 2018 08:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, membandingkan gaya komunikasi sejumlah tokoh, mulai dari politikus hingga pejabat publik. Salah satu yang dibandingkan adalah Presiden RI kedua Soeharto, Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi termasuk Prabowo Subianto. "Gaya komunikasi itu pengaruhnya pada personal branding mereka," kata Gun Gun dalam diskusi Populi Center, Jakarta, Kamis, 15 November 2018.
Simak: Megawati: Kasihan Prabowo, Kenapa Orang di Lingkungannya Begitu?
Berikut penjelasan Gun-Gun soal gaya politik ketiga Presiden tersebut:
1. Soeharto
Gun Gun mengatakan, Soeharto memiliki gaya komunikasi controlling data-style atau mengendalikan. Menurut Gun Gun, jika dibandingkan dengan para kandidat dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019, gaya komunikasi ini hanya dimiliki Soeharto. "Dia mengontrol power kuat pada dirinya. Dia enggak perlu banyak bicara, orang sudah paham," katanya.
Gun Gun mencontohkan, penggunaan kata "gebuk" yang pernah dilontarkan Soeharto. Orang sudah memahami bahwa gebuk bukan berarti mengarah ke fisik. "Tapi imejnya lebih keras," kata dia.
<!--more-->
2. SBY
Sementara itu, Gun Gun menilai Ketua Umum Partai Demokrat SBY memiliki gaya structuring data-style. Gaya tersebut juga nampak pada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Structuring data-style merupakan tipikal orang yang senang beretorika tinggi dan skematis. Hal itu, kata Gun Gun, terlihat dari cara mereka mengelola pidato yang menekankan kekuatan retorik dengan logis panjang dan data atau fakta yang dielaborasi.
<!--more-->
3. Jokowi
Lain lagi dengan Jokowi. Gun Gun mengatakan, calon presiden inkumben itu memiliki gaya komunikasi equalitarian data-style. Sedangkan lawan tandingnya di Pilpres 2019, Prabowo Subianto, memiliki gaya dynamic data-style.
Untuk equalitarian data-style, kata Gun Gun, biasanya bersifat turun ke bawah dan merangkul. Gaya tersebut menekankan pada kesederajatan. Dilihat dari gaya tersebut, Jokowi dinilai jarang menggunakan diksi yang sulit. Meski bukan orator yang baik, Gun Gun menyebut Jokowi sebagai komunikator politik yang sangat baik karena mampu mengelola kekuatan di sekitarnya tanpa menggunakan bahasa yang tinggi.
Orang equalitarian juga kerap membingkai pesan dengan mencoba untuk harmoni. Gun Gun mencontohkan, jargon politikus genderuwo yang disampaikan Jokowi tidak diketahui ditujukan ke siapa. Jokowi bahkan tidak menyebut siapa-siapa. "Tapi orang membaca meta komunikasinya menduga-duga diarahkan ke siapa. Di situ warna warni komunikasinya hidup. Karena orang bermain dalam imajinasi. Sehingga diskursus publik juga jalan," katanya.
<!--more-->
4. Prabowo
Adapun Prabowo dengan dynamic data-style merupakan tipe yang eksplisit, to the point, dan menggunakan bahasa lugas. Biasanya, Gun Gun menuturkan, orang dengan dynamic data-style yang selalu bicara apa adanya memiliki resiko dimaknai berbeda. Dalam konteks tampang Boyolali, misalnya, Prabowo sesungguhnya berbicara dalam konteks ketimpangan sosial untuk menyerang calon presiden inkumben. Tetapi, akhirnya malah menjadi serangan balik untuk Prabowo.
Simak: Tampang Boyolali; di Antara Dugaan Politisasi dan Gurauan Prabowo
"Ini bahasa Prabowo mungkin sebenarnya intensinya statements yang attacking karena soal ketimpangan sosial ke inkumben. Tapi bisa backfire ketika orang ramai membincang tampang Boyolali sebagai bullying, merendahkan," ujarnya.