Ritual Penting Anggota Basarnas Spesial Group Sebelum Bertugas
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rina Widiastuti
Senin, 5 November 2018 15:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pesan pendek untuk keluarga menjadi sangat bermakna bagi anggota Basarnas Special Group, Taufiq Mujiono (31 tahun), setiap kali ia hendak menjalankan operasi besar kebencanaan. Mengirim pesan kepada istri sebelum bertugas ke lapangan menjadi ritual yang selalu dia lakukan.
Baca: Cerita Tim Basarnas, Cari Korban Lion Air dan Makan di Angkringan
"Kalau ada sinyal, pasti kirim pesan WhatsApp atau telepon," kata Taufiq kepada Tempo di Jakarta International Container Terminal (JICT) di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin, 5 November 2018.
Bagi Taufiq, pesan pendek itu berkali lipat sangat berharga dalam kondisi-kondisi yang cukup berisiko. Misalnya, saat harus menyelam mencari korban dan bangkai pesawat Lion Air JT 610 di perairan Tanjung Karawang. Bertugas dalam penanganan bencana membuat dia harus siap dengan kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi kepadanya.
Meski sudah menjadi tugas, pokok, dan fungsi wajibnya, Taufiq tak mengelak apa pun bisa terjadi di medan atau situasi yang tak terduga. Terakhir, peristiwa yang menimpa penyelam sipil Syahrul Anto itu menyentil nuraninya.
Syahrul Anto adalah relawan dari Indonesia Diver Rescue Team. Ia gugur dalam operasi pencarian korban dan bangkai pesawat Lion Air JT 610 di perairan Tanjung Karawang pada Jumat petang, 2 November 2018. Pasca-kejadian tersebut, ada dua hal yang membuat Taufiq harus lebih berhati-hati memastikan terpenuhinya standar sistem operasi dan komunikasi dengan sang istri.
Baca: Cerita Kepala Basarnas Soal Penyelam Gugur Cari Lion Air JT 610
Tak hanya sebelum bertugas, Taufiq juga mengirim pesan setelahnya. "Biasanya saya kirim pesan setelah tugas kelar," katanya.
Saat kesulitan sinyal, ia merasakan ada pergolakan batin karena tak bisa menyampaikan kabar kepada keluarga. Hal itu dia rasakan ketika terlibat dalam evakuasi korban bencana gempa bumi dan tsunami di Palu beberapa waktu lalu. Ketika itu, masa awal pasca-gempa, dia tak bisa menghubungi keluarganya.
"Biasanya saya selalu kasih tahu istri, kalau tak mengabari berarti tak ada sinyal," ucapnya. Menurut dia, sang istri bisa memaklumi keadaan itu karena suaminya sudah sering bertugas di daerah rawan.
Hal serupa juga dirasakan Riqi Efendi (26 tahun). Bergabung menjadi anggota BSG sejak 2013, Riqi acap kali terjun di daerah bencana. Setiap bertugas, ia yang masih bujang, selalu memberi kabar orang tuanya. Ia merasa lega setiap kali selesai mengabari keluarganya.
Riqi mengaku tak kesulitan memberikan penjelasan kepada orang tuanya lantaran sang ayah berprosesi sebagai anggota TNI Angkatan Darat. "Jadi orang rumah selalu tanya bagaimana keadaan di lapangan," ujarnya.