Airlangga : Tanpa PKPU, Caleg Kami Sudah Punya Pakta Integritas
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Rina Widiastuti
Selasa, 3 Juli 2018 05:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyerahkan seluruh keputusan soal peraturan larangan calon legislator eks narapidana koruptor di pemilihan legislatif (pileg) 2019, kepada komisi pemilihan umum (KPU) dan lembaga terkait yang berwenang. Yang jelas, ujar Airlangga, partainya sudah menyiapkan pakta integritas bagi caleg Golkar yang akan maju di pileg 2019.
"Kami sudah punya tagline 'bersih', artinya mengutamakan integritas. Ada pakta integritas juga yang telah kami tetapkan," ujar Airlangga Hartarto di kantor DPP Partai Golkar, Kemanggisan, Jakarta Barat pada Senin, 2 Juli 2018.
Baca: Soal PKPU Caleg Koruptor, Refly Harun: KPU Hilangkan Hak Warga
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan, partainya siap mendukung Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang resmi melarang mantan narapidana kasus korupsi mengikuti pileg 2019.
"Dari sisi aspek sosiologis politik, kami mendukung keputusan itu. Karena itu akan mendorong lahirnya calon-calon anggota legislatif yang memiliki kualitas kualifikasi yang baik di mata masyarakat," ujar Dedi Mulyadi saat ditemui di lokasi yang sama.
Larangan caleg eks narapidana koruptor termaktub dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, yang dipublikasikan dalam situs resmi KPU. "Larangan ini memberikan ketenangan bagi masyarakat memilih para calon anggota legislatif yang berkualitas," ujar Dedi Mulyadi.
Baca: PKS Dukung PKPU Larangan Bekas Napi Korupsi Jadi Caleg
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan lembaganya berkukuh menetapkan peraturan ini karena sudah melalui serangkaian proses uji publik dan konsultasi bersama DPR dan pemerintah. "Maka KPU melakukan publikasi penetapan yang sudah dilakukan oleh KPU," kata Arief di kantornya di Jakarta, Ahad, 1 Juli 2018.
PKPU yang berisi larangan mantan koruptor menjadi calon legislator itu menuai polemik sejak KPU mewacanakannya. Sejumlah pihak, terutama anggota DPR, menolak. Bahkan, Badan Pengawas Pemilu juga ikut mempersoalkannya. Alasannya, pelarangan tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu.