Kasus Helikopter AW 101, Mantan KSAU Merasa Didiskreditkan KPK

Reporter

Andita Rahma

Rabu, 6 Juni 2018 18:28 WIB

Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal Purnawirawan Agus Supriatna usai diperiksa perihal kasus dugaan korupsi pembelian helikopter angkut AugustaWestland 101 atau helikopter AW 101 tahun 2016-2017 di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Juni 2018. TEMPO/Andita Rahma

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara Marsekal (Purnawirawan) Agus Supriatna telah diperiksa selama kurang lebih 7 jam oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Juni 2018. Agus diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh dalam kasus dugaan korupsi pembelian helikopter angkut AugustaWestland 101 atau Helikopter AW 101 pada 2016-2017.

Saat ditemui sejumlah awak media, Agus terlihat kesal. Ia merasa direndahkan oleh KPK. "Saya ini sudah dua kali, dua kali ya, merasa diskreditkan oleh juru bicara KPK," ujar Agus.

Baca: Kasus Helikopter AW 101, KPK Periksa Lagi Eks KSAU sebagai Saksi

Agus merasa KPK telah memberikan informasi yang salah terkait pemberitaan tentang dirinya. Salah satunya adalah KPK mengatakan bahwa pada 11 Mei 2018, ia tidak memenuhi panggilan pemeriksaan. Padahal, ia merasa tak pernah menerima surat undangan pemeriksaan.

"Sampai saat ini surat belum saya terima. Kalau begitu ini betul-betul mendiskreditkan nama saya. KPK sama sekali tidak mengklarifikasi apalagi permintaan maaf," kata Agus.

Dalam perkara pembelian Heli AW 101 KPK telah menetapkan Irfan sebagai tersangka sejak Juni 2017. Kasus yang menjerat Irfan ini bermula ketika TNI AU membeli satu unit Helikopter AW 101 dengan metode pembelian khusus pada April 2017. Persyaratan lelang harus diikuti dua pengusaha. Dalam lelang ini ditunjuk PT Karya Cipta Gemilang dan PT Diratama Jaya Mandiri.

Simak: Hakim Tolak Praperadilan Tersangka Kasus Helikopter AW 101

Dari hasil penyelidikan bersama, tim penyidik Polisi Militer TNI dan KPK mengetahui info lelang sudah diatur Irfan. Penyidik menduga Irfan sudah meneken kontrak dengan Augusta Westland sebelum lelang, yakni pada Oktober 2015. Nilainya sebesar US$ 39 juta atau Rp 514 miliar. Tapi, setelah PT Diratama menang, nilai kontrak berubah menjadi Rp 738 miliar pada Juli sehingga diduga merugikan negara Rp 224 miliar.

Dalam kasus ini, TNI telah menetapkan lima tersangka dari jajarannya. Mereka adalah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA, pejabat pemegang kas Letnan Kolonel Admisitrasi WW, Pembantu Letnan Dua SS, dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Muda TNI SB.


Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

16 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

18 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

1 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

1 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya