10 Alasan KPK Tolak Masuknya Delik Korupsi dalam RKUHP

Reporter

M Rosseno Aji

Minggu, 3 Juni 2018 10:51 WIB

Ketua KPK Agus Rahardjo didampingi Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait OTT terhadap anggota DPR Komisi XI Fraksi Demokrat Amin Santono dapil Jawa Barat X, di Gedung KPK, Jakarta, 5 Mei 2018. Sejumlah barang bukti itu diduga merupakan suap untuk pemulusan usulan transfer anggaran perimbangan pusat-daerah dalam APBN Perubahan 2018. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirimkan sejumlah surat yang isinya meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan delik korupsi dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). KPK menganggap masuknya delik itu akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

“Kami tak ingin RKUHP yang akan disahkan justru memberikan kado yang membahayakan pemberantasan korupsi dan menguntungkan pelakunya,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Sabtu, 2 Juni 2018.

Baca: KPK Ingatkan Jokowi Soal Pelemahan Pemberantasan Korupsi di RKUHP

Dalam salah satu surat KPK bertanggal 4 Januari 2017, ada sepuluh poin yang menjadi alasan KPK menolak masuknya delik korupsi dalam RUU yang rencananya akan disahkan pada Agustus mendatang itu. Berikut adalah ringkasannya:

1. KPK keberatan terhadap RKUHP yang pada pokoknya keberatan atas dimasukannya delik korupsi ke dalam RKUHP.

2. KPK menilai proyek kodifikasi melalui RUU KUHP berpotensi mengabaikan sejumlah aturan seperti Ketetapan MPR tentang penyelenggaraan negara yang bebas KKN, Putusan Mahkamah Konstitusi dan melanggar Konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi tahun 2003 yang diratifikasi Indonesia. Kedua peraturan itu menegaskan Indonesia harus memiliki lembaga khusus anti korupsi yang pelaksanaannya diatur secara khusus dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Advertising
Advertising

3. Sejarah dunia dan Indonesia telah membuktikan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang dapat mengakibatkan ambruknya sistem ekonomi negara dan mengganggu kesejahteraan masyarakat. Krisis moneter 1998 telah menunjukan itu kepada Indonesia. Peristiwa itu kemudian melahirkan ketetapan MPR Tahun 1998 tentang penyelenggaraan negara yang bebas KKN dan itu menjadi salah satu landasan pembentukan KPK serta UU Tipikor.

4. UU Tipikor mengatur tiga belas jenis tindak pidana korupsi, mulai dari korupsi yang berkaitan dengan keuangan negara hingga merintangi proses hukum pelaku korupsi. Tiga belas jenis tindakan itu berdiri sendiri dan tidak bisa dikategorikan dalam core crime (tindak pidana pokok) bila diintegrasikan dalam RKUHP.

5. UU Tipikor yang menjadi landasan KPK bertindak memiliki sepuluh kelebihan dibandingkan tindak pidana lain. Kelebihan UU Tipikor membuat KPK dapat menjerat seluruh pelaku tindak pidana korupsi. Beberapa kelebihan UU Tipikor antara lain, tidak dihapuskannya hukuman pidana bagi pelaku yang mengembalikan duit korupsi; KPK bisa menjerat korporasi yang melakukan korupsi; dan sistem pembuktian terbalik dalam tindak pidana pencucian uang.

6. KPK menyatakan upaya kodifikasi terhadap ketentutan pidana lain, termasuk korupsi ke dalam RKUHP terinspirasi dari aturan serupa yang diterapkan di Belanda. Namun, KPK meminta pemerintah dan DPR juga dapat membandingkan kondisi korupsi di Belanda di Indonesia. Di Belanda, tindakan korupsi tidak semasif seperti di Indonesia. “Apakah relevan dan masuk akal negeri Belanda dijadikan tolak ukur?”

7. Suatu tindak pidana yang masuk dalam kodifikasi akan sulit diamandemen dan selalu ketinggalan zaman. Bentuk kejahatan yang terus berkembang membuat norma hukum yang dikodifikasi tak mampu menjangkau bentuk kejahatan baru. Hal ini menurut KPK berbeda dengan KUHP di Belanda yang secara berkala direvisi.

8. KPK menyatakan sedang terjadi tren menarik mengenai pembentukan lembaga khusus antikorupsi yang diatur secara dalam konstitusi. KPK mencatat ada 30 negara yang saati ini sudah melakukan hal itu.

9. KPK menganggap memasukan delik korupsi dalam RKUHP bertentangan dengan politik hukum dan kebutuhan negara. Memasukan delik korupsi sama saja mengingkari komitmen bersama yang memandang Indonesia mengalami darurat korupsi.

10. KPK mempertanyakan apakah pemerintah dan DPR melakukan studi banding ke luar negeri saat berencana memasukan tindak pidana khusus ke dalam RKUHP? KPK juga bertanya apa keputusan ini sudah melalui pengkajian ilmiah? Bila tidak, KPK menilai itu sangat beresiko. Memasukan tindak pidana khusus dalam RKUHP akan menghilangkan determinasi dalam implementasi peraturan itu.

Berita terkait

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Tiba di KPK, Jalani Pemeriksaan sebagai Tersangka Kasus Korupsi BPPD Sidoarjo

1 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Tiba di KPK, Jalani Pemeriksaan sebagai Tersangka Kasus Korupsi BPPD Sidoarjo

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor memenuhi panggilan pemeriksaan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Baca Selengkapnya

Bekas Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi dan TPPU Miliaran Rupiah, Ini Rinciannya

2 jam lalu

Bekas Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi dan TPPU Miliaran Rupiah, Ini Rinciannya

Jaksa KPK mengatakan eks Hakim Agung Gazalba Saleh berupaya menyembunyikan uang hasil korupsi dengan cara membeli mobil, rumah, hingga logam mulia.

Baca Selengkapnya

Pejabat Bea Cukai Eko Darmanto Segera Jalani Sidang Kasus Gratifikasi dan TPPU di Tipikor Surabaya

4 jam lalu

Pejabat Bea Cukai Eko Darmanto Segera Jalani Sidang Kasus Gratifikasi dan TPPU di Tipikor Surabaya

Jaksa KPK telah melimpahkan surat dakwaan dan berkas perkara dengan terdakwa Eko Darmanto ke Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya pada Jumat lalu.

Baca Selengkapnya

Saksi Sidang Syahrul Yasin Limpo Mengaku Pernah Ditagih Ajudan SYL untuk Beli Senjata, tapi Tak Ada Bukti

6 jam lalu

Saksi Sidang Syahrul Yasin Limpo Mengaku Pernah Ditagih Ajudan SYL untuk Beli Senjata, tapi Tak Ada Bukti

Dugaan pembelian senjata oleh ajudan itu diungkap ke persidangan oleh kuasa hukum Syahrul Yasin Limpo, namun jaksa KPK bilang tidak ada.

Baca Selengkapnya

KPK Terima Konfirmasi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Bakal Hadiri Pemeriksaan Hari Ini

12 jam lalu

KPK Terima Konfirmasi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Bakal Hadiri Pemeriksaan Hari Ini

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sudah 2 kali mangkir dalam pemeriksaan KPK sebelumnya dan tengah mengajukan praperadilan.

Baca Selengkapnya

Kasus Suap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru

16 jam lalu

Kasus Suap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru

KPK menangkap Abdul Gani Kasuba beserta 17 orang lainnya dalam operasi tangkap tangan atau OTT di Malut dan Jakarta Selatan pada 18 Desember 2023.

Baca Selengkapnya

Babak Baru Konflik KPK

21 jam lalu

Babak Baru Konflik KPK

Dewan Pengawas KPK menduga Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melanggar etik karena membantu mutasi kerabatnya di Kementerian Pertanian.

Baca Selengkapnya

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

21 jam lalu

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

KPK telah menetapkan bekas Wali Kota Bandung Yana Mulyana dan bekas Sekda Bandung Ema Sumarna sebagai tersangka kasus suap proyek Bandung Smart City.

Baca Selengkapnya

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

22 jam lalu

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto menganggap Nurul Ghufron tak penuhi syarat lagi sebagai pimpinan KPK. Insubordinasi melawan Dewas KPK.

Baca Selengkapnya

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

23 jam lalu

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor mengajukan praperadilan ke PN Jakarta selatan. Dua kali mangkir dari pemeriksaan KPK.

Baca Selengkapnya