Tak Ada Terjemahan Resmi KUHP, Penegakkan Hukum Jadi Berbeda

Editor

Amirullah

Minggu, 11 Maret 2018 15:18 WIB

Ilustrasi pengadilan(pixabay.com)

TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara, mengatakan tidak adanya terjemahan resmi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membuat penegakan hukum di Indonesia menjadi berbeda-beda. Sebab pemaknaan yang terjadi menjadi beragam.

Ia mencontohkan kata makar. Di dalam Wetboek van Strafrecht (WvS) atau yang diterjemahkan menjadi KUHP dan digunakan sebagai landasan hukum di Indonesia, makar memiliki arti serangan yang sifatnya melukai pemimpin atau usaha melumpuhkan pemerintah dengan membangun basis militer.

Baca juga: YLBHI Somasi Jokowi soal Terjemahan Resmi KUHP

"Tapi di Papua pernah ada kasus, pertemuan di gereja, yang dianggap pertemuan Organisasi Papua Merdeka, juga dianggap makar," kata Anggara kepada Tempo, Ahad, 11 Maret 2018.

Padahal, kata Anggara, jika merujuk pada makna aslinya, tindakan tersebut tidak bisa dikatakan makar. Ia juga membandingkan dengan sikap Presiden Soekarno yang pada masa Hindia Belanda secara terang-terangan ingin Indonesia merdeka dan membangun kekuatan untuk menggulingkan kekuasaan pada saat itu.

Advertising
Advertising

"Soekarno tidak pernah disidang atas tuduhan makar, padahal tindakannya kepada Hindia Belanda, kurang makar apa lagi?" kata dia.

Ia menjelaskan, hingga saat ini sudah ada 4 sampai 5 terjemahan WvS oleh pakar hukum dalam bahasa Indonesia. Namun, seluruh terjemahan tersebut tidak ada yang resmi. Terjemahan yang satu dengan lainnya memiliki persepsi yang berbeda.

Kelima terjemahan WvS berbahasa Belanda menjadi bahasa Indonesia oleh pakar hukum itu antara lain dari Mulyanto, Andi Hamzah, Sunarto Surodibroto, R. Susilo, dan Badan Pembinaan Hukum Nasional.

Anggara mengaku sudah berkali-kali mengajukan kepada pemerintah dan tim perumus untuk segera menetapkan satu terjemahan resmi. Namun itikad itu selalu ditolak dengan alasan buang-buang waktu.

Baca juga: YLBHI: Jokowi Perlu Beri Batas Waktu Penyelesaian Kasus Novel

"Presiden tidak perlu membentuk tim khusus, tinggal tunjuk salah satu dari enam terjemahan itu," ujarnya.

Ia menjelaskan, bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pihaknya telah melayangkan somasi kepada Presiden Joko Widodo. Jika dalam waktu 7 x 24 jam tidak ada tanggapan, mereka berencana untuk menempuh jalur hukum dengan menggugat pemerintah.

Berita terkait

Sandiaga Bantah Australia Keluarkan Travel Warning Buntut Pengesahan KUHP

19 Desember 2022

Sandiaga Bantah Australia Keluarkan Travel Warning Buntut Pengesahan KUHP

KUHP memuat pasal kontroversial yang mengatur kohabitasi dan seks di luar nikah.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Pengusaha Hotel Khawatir Pasal Kontroversial KUHP, 2.000 Buruh Demo di Istana Negara

10 Desember 2022

Terpopuler: Pengusaha Hotel Khawatir Pasal Kontroversial KUHP, 2.000 Buruh Demo di Istana Negara

PHRI melihat pasal moral di KUHP bisa menggerus kunjungan wisatawan asing.

Baca Selengkapnya

KUHP Dianggap Perparah Ekonomi, Ekonom: Kalau Mau Investasi Masuk, Harus Dibatalkan

9 Desember 2022

KUHP Dianggap Perparah Ekonomi, Ekonom: Kalau Mau Investasi Masuk, Harus Dibatalkan

KUHP yang baru dianggap bakal memperburuk dampak resesi global 2023.

Baca Selengkapnya

PHRI Khawatir Imbas Pasal Pidana Check In Hotel dalam KUHP: Kita Semua Dirugikan

9 Desember 2022

PHRI Khawatir Imbas Pasal Pidana Check In Hotel dalam KUHP: Kita Semua Dirugikan

Sebelum KUHP disahkan, PHRI bersama dengan beberapa asosiasi lainnya sudah berkomunikasi dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Usul Menukar 3 RUU di Prolegnas Prioritas 2021

23 November 2020

Pemerintah Usul Menukar 3 RUU di Prolegnas Prioritas 2021

Pemerintah mengusulkan untuk mengeluarkan tiga RUU dari daftar Prolegnas Prioritas 2021 dengan RUU yang lainnya.

Baca Selengkapnya

YLBHI: Polda Metro Jaya Tidak Optimal Proses Kasus Novel Baswedan

24 Desember 2018

YLBHI: Polda Metro Jaya Tidak Optimal Proses Kasus Novel Baswedan

Menurut YLBHI, penyelidik Polda Metro Jaya minim memeriksa orang tak dikenal yang berada di sekitar lokasi penyerangan Novel Baswedan.

Baca Selengkapnya

YLBHI Minta Kejaksaan Hapus Aplikasi Pengawas Aliran Kepercayaan

27 November 2018

YLBHI Minta Kejaksaan Hapus Aplikasi Pengawas Aliran Kepercayaan

YLBHI mendesak Kejaksaan Tinggi Jakarta menghapus aplikasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat yang dinamai dengan Smart Pakem.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Disambut Seruan Stop Reklamasi di Kantor YLBHI

15 Mei 2018

Anies Baswedan Disambut Seruan Stop Reklamasi di Kantor YLBHI

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disambut seruan "Tolak reklamasi" saat mengunjungi kantor YLBHI, Senin malam.

Baca Selengkapnya

Kunjungi YLBHI, Anies Baswedan Janjikan Perda Bantuan Hukum

15 Mei 2018

Kunjungi YLBHI, Anies Baswedan Janjikan Perda Bantuan Hukum

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berjanji kepada YLBHI akan meneruskan pembahasan rancangan peraturan daerah tentang bantuan hukum

Baca Selengkapnya

Rocky Gerung Dilaporkan Oleh Cyber Indonesia untuk Ketiga Kalinya

16 April 2018

Rocky Gerung Dilaporkan Oleh Cyber Indonesia untuk Ketiga Kalinya

Mantan dosen filsafat Universitas Indonesia Rocky Gerung dilaporkan ke polisi dengan pasal 156a KUHP oleh Cyber Indonesia.

Baca Selengkapnya