TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) secara resmi mengirimkan somasi atau teguran terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Somasi itu terkait permintaan kepada pemerintah untuk segera membuat terjemahan resmi dari Wetboek van Strafrecht (WvS) yang saat ini menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Dalam waktu 7 x 24 jam, jika Presiden Jokowi tidak mengundangkan terjemahan resmi WvS, kami akan melakukan tindakan hukum," kata Ketua Umum YLBHI Asfinawati saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Ahad, 11 Maret 2018.
Baca juga: YLBHI: Jokowi Perlu Beri Batas Waktu Penyelesaian Kasus Novel
Ia menjelaskan, hingga saat ini sudah ada 4 sampai 5 terjemahan WvS oleh pakar hukum dalam bahasa Indonesia. Namun, seluruh terjemahan tersebut tidak ada yang resmi. Selain itu satu terjemahan dengan terjemahan lainnya memiliki persepsi yang berbeda.
Hal itu, kata Asfinawati, menjadi perdebatan di masyarakat dan ahli hukum lainnya. Dampak dari terjemahan yang berbeda itu membuat penerapan hukum di Indonesia pun menjadi berbeda untuk satu kasus yang sama.
Ia menjelaskan, WvS ditulis dalam bahasa Belanda dan digunakan sebagai landasan pembuatan KUHP. Sedangkan, tidak semua ahli hukum menguasai bahasa tersebut. Hal ini membuat mereka harus mengambil referensi dari terjemahan hukum yang sudah beredar.
Baca juga: YLBHI: Jokowi Harus Ubah Kata Gebuk yang Sering Disampaikan
Namun, ia menyayangkan, terjemahan tersebut belum ada yang dibuat secara resmi sejak Indonesia merdeka hingga sekarang. "Timor Leste itu juga pakai hukum zaman kolonial, tapi mereka sudah punya terjemahan resminya. Indonesia belum."
YLBHI berharap Presiden Jokowi segera membuat satu terjemahan resmi dari WvS. Asfinawati menyarankan agar pemerintah menunjuk salah satu dari 5 terjemahan WvS oleh pakar hukum Indonesia yang sudah beredar tersebut.