Seorang ibu dan anak membawa sayur mayur menggunakan perahu di dermaga Agats, Kabupaten Asmat, Papua, 26 Januari 2018. Perahu merupakan transportasi utama yang menghubungkan antar distrik wilayah Kabupaten Asmat. ANTARA/M Agung Rajasa
TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Joko Widodo atau Jokowi ingin mengajak Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) meninjau Kabupaten Asmat, Papua. Hal itu disampaikan Jokowi setelah diacungi kartu kuning oleh Ketua BEM UI Zaadit Taqwa dalam acara Dies Natalis UI pekan lalu.
Aktivis Greenpeace Papua, Charles Tawaru, menilai Jokowi salah dalam merespons sikap Zaadit. “Menurut saya, Pak Jokowi salah merespons. Lebih baik selesaikan masalah Papua dibandingkan menuntut balik mahasiswa,” ujarnya di Cikini, Jakarta Pusat, Senin, 5 Februari 2018.
Charles berpendapat kritik mahasiswa UI bersifat membangun. Sehingga, menurut Charles, sebaiknya Presiden menanggapinya dengan memperbaiki kondisi Papua. Ia mengusulkan Jokowi mendatangkan lembaga-lembaga yang relevan dalam mengatasi persoalan Papua.
Sebab, kata Charles, masalah di Papua bukan hanya soal gizi buruk dan wabah campak. Ekspansi perusahaan-perusahaan di Papua, dia melanjutkan, banyak sekali yang merusak lingkungan. Masalah lingkungan, kata dia, sangat penting karena menyangkut mata pencaharian masyarakat Papua dan berdampak langsung pada kesejahteraan mereka.
“Mata pencaharian mereka terampas karena sungainya terkena limbah. Hutan-hutannya rusak dan menyebabkan banjir di pesisir,” ucapnya.
Sebelumnya, Zaadit mengacungkan kartu kuning berdasarkan tiga tuntutan BEM UI kepada Presiden. Salah satu tuntutannya adalah soal isu gizi buruk di Asmat. BEM UI mempertanyakan masih adanya gizi buruk di Papua.
Padahal, menurut Zaadit, pemerintah daerah Papua memiliki dana otonomi khusus yang besar, yaitu Rp 11,67 triliun, pada 2017. "Kondisi gizi buruk tersebut tidak sebanding dengan dana otonomi khusus yang pemerintah alokasikan untuk Papua," tutur Zaadit.