Soal UU Titipan Sponsor, Zulkifli Hasan: Pemerintah juga Salah
Reporter
Tempo.co
Editor
Iqbal Muhtarom
Rabu, 29 November 2017 20:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo, yang menyebutkan undang-undang buatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kebanyakan titipan sponsor.
"Itu kan rahasia umum, rahasia tapi umum, contohnya Undang-Undang Minerba (Mineral dan Batu Bara), tapi tidak bisa kemudian kita salahkan DPR, salahkan pemerintah juga, dong," ujarnya di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 29 November 2017.
Baca juga: Jokowi: Banyak Undang-undang Nambahi Ruwet
Menurut Zulkifli Hasan, bila sebuah undang-undang dinilai keliru, bukan hanya salah DPR, tapi juga pemerintah. Sebab, pemerintah ikut andil dalam pembuatan aturan itu.
"Jadi salah dua-duanya. Emang DPR aja yang bikin undang-undang? Undang-undang itu (dibuat) DPR dan pemerintah. Jadi, kalau salah, ya, dua-duanya salah," katanya.
Sebelumnya, Jokowi menyatakan DPR tidak perlu membuat banyak aturan yang akhirnya mempersulit langkah eksekutif dalam mengambil kebijakan. "Saya sudah titip pada DPR enggak usah banyak-banyaklah bikin undang-undang, nambahin ruwet. Bikin 1 sampai 3 undang-undang sudah cukup, tapi berkualitas, enggak usah setahun sampai 40 undang-undang," ucapnya dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2017 di Jakarta Convention Center, Selasa, 28 November 2017.
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto berpendapat memang produk DPR adalah undang-undang. Namun, menurutnya, undang-undang itu sudah melalui kesepakatan antara mayoritas anggota DPR dan pemerintah.
Baca juga: Setya Novanto Mangkir Dipanggil KPK, Jokowi: Baca Undang-Undang
"Sehingga dalam suatu peraturan itu salah atau benar, pengujiannya tentu yang menguji bukan pemerintah, juga bukan DPR. Sehingga segala sesuatu hal yang terbaik itu adalah pasti diambil keputusan bersama antara pemerintah dan DPR," tuturnya.
Menurut Agus, DPR juga pasti tahu bila ada suatu peraturan yang kurang pas. DPR, kata dia, masih bisa sampaikan itu ke Mahkamah Konstitusi.
MOH. KHORY ALFARIZI