Polda Papua Bantah Memanipulasi Kabar Penyanderaan di Mimika
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Kodrat Setiawan
Minggu, 12 November 2017 21:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Papua membantah anggapan memanipulasi sejumlah fakta terkait dengan kabar penyanderaan dan intimidasi terhadap ribuan warga Kabupaten Mimika, Papua, oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM). Kepala Subbidang Penerangan Masyarakat Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Papua Ajun Komisaris Besar Suryadi Diaz mengatakan pihaknya menyampaikan kondisi yang sebenarnya.
“Ya kata siapa, kami lah yang lebih paham,” kata Suryadi saat dihubungi Tempo di Jakarta, Minggu, 12 November 2017.
Baca juga: Polisi Dinilai Manipulasi Kabar Penyanderaan Warga Papua
Suryadi sudah mengklarifikasi bahwa memang tidak ada penyanderaan oleh TPN-OPM. Namun kelompok ini ditengarai menghalang-halangi dan melakukan intimidasi kepada warga sipil yang melintas ke Tembagapura guna mendapatkan barang kebutuhan pokok sehari-hari. “Ya jelas (ada intimidasi) sampai sekarang,” ujarnya.
Salah satu bentuk intimidasi dari TPN-OPM, kata Suryadi, adalah melarang kaum laki-laki untuk keluar dari kampung. Menurut dia, TPN-OPM khawatir jika warga bisa keluar-masuk dengan mudah, aparat bisa ikut menyusup. Tindakan tersebut hanya dilakukan untuk kaum laki-laki, sedangkan kaum perempuan tetap diperbolehkan keluar-masuk kampung.
Keterangan dari kepolisian ini berbeda dengan apa yang disampaikan oleh pengacara hak asasi manusia, Veronica Koman, kepada Tempo. Ia membantah berita penyanderaan dan intimidasi terhadap 1.300 warga di Desa Kimberli dan Banti, Distrik Tembagapura, Mimika, Papua. Kepolisian dinilai memanipulasi fakta mengenai situasi yang sebenarnya di wilayah itu. “Tidak benar itu (penyanderaan),” kata Veronica saat dihubungi Tempo.
Staf Markas Komando Daerah Militer (Makodam) III Timika dari TPN-OPM Hendrik Wanmang juga menyampaikan sejumlah pembelaan. Masyarakat di kedua kampung, menurut Hendrik, dalam kondisi yang aman. “Mereka bebas keluar-masuk, tidak ada yang menghalangi,” kata Hendrik.
Hendrik juga turut membantah dugaan dari pihak kepolisian bahwa pihaknya menghalang-halangi warga yang ingin berbelanja barang kebutuhan pokok. Menurut dia, fakta yang justru sebenarnya terjadi, yaitu warga ketakutan saat akan berbelanja. Warga yang keluar kampung untuk berbelanja, kata Hendrik, akan diperiksa oleh kepolisian. “Banyak masyarakat kecil pribumi itu yang justru mengatakan bahwa mereka takut pada TNI-Polri,” ujarnya.
Kepolisian, kata Suryadi, saat ini tengah menyalurkan bantuan bahan makanan ke warga di kedua kampung. Ia mengatakan kepolisian tidak bisa sembarangan menyalurkan makanan karena diawasi oleh pihak TPN-OPM. Oleh karena itu, kepolisian menghubungi beberapa tokoh dan kepala kampung setempat untuk datang dan menerima bantuan.
Bantuan makanan dari Pemerintah Provinsi Papua ditahan di kantor Kepolisian Sektor Tembagapura yang berjarak 400-500 meter dari kedua kampung. “Sebagian sudah diambil oleh kepala kampung untuk disalurkan,” ujarnya.
FAJAR PEBRIANTO