Pekerja mempersiapkan lahan untuk pembangunan LRT jalur Cawang-Dukuh Atas, di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, 9 Agustus 2017. Sementara rute Cawang-Dukuh Atas sepanjang 10,5 km baru mencapai tiga persen. ANTARA/Reno Esnir
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu keputusan pendanaan infrastruktur Presiden Joko Widodo yang sempat menimbulkan kontroversi adalah pengalihan penyertaan modal negara (PMN) proyek Trans Sumatera ke proyek light rapid transit (LRT) rute Jakarta, Bogor, Dpok, Bekasi (Jabodebek). Presiden mengungkapkan "akrobat" tersebut dilakukan murni karena pertimbangan ekonomi.
"Ya, karena prioritas. Realokasi PMN Trans Sumatera karena mendorong dan memprioritaskan LRT serta jalan tol di Sumatera," ujarnya saat diwawancarai Tempo secara eksklusif di Istana Kepresidenan, Jumat pekan lalu.
Seperti diketahui, proyek LRT rute Jabodebek masih berkutat pada masalah pendanaan hingga berita ini ditulis. Proyek dengan nilai hampir Rp 20 triliun itu membutuhkan suntikan dana segar lebih banyak, serta pemerintah menargetkan sudah ada solusinya pada akhir 2017.
Dalam proyek itu, pemerintah menyuntikkan PMN Rp 2 triliun. Padahal dana itu awalnya untuk proyek Trans Sumatera.
Jokowi menjelaskan, hitung-hitungan ekonomi yang ia gunakan adalah kerugian yang timbul akibat kemacetan. Tanpa LRT di Jabodebek, kata dia, kerugian yang bisa timbul mencapai Rp 28 triliun. Kerugian itu, menurutnya, terlalu besar untuk dianggap enteng sehingga penanganannya harus diprioritaskan.
"Masak, kerugian seperti itu mau diteruskan? Coba menghitungnya kerugian itu, jangan realokasi PMN-nya," ujar Presiden Joko Widodo.