Diduga Ada Campur Tangan Pemilik Modal dalam RUU Penyiaran

Senin, 23 Oktober 2017 17:54 WIB

Sejumlah anggota ATSDI menggelar aksi demo menuntut penyelesaian RUU Penyiaran, di depan gedung DPR, Jakarta, 16 Oktober 2017. Foto: Tulus Tampubolon

TEMPO.CO, Jakarta - Pembahasan RUU Penyiaran dinilai sarat kepentingan politik. Direktur Indonesia New Media Watch, Agus Sudibyo, mengatakan saat ini tarik-menarik kepentingan politik dalam pembahasan RUU Penyiaran begitu terasa. Pasalnya, pembahasan RUU Penyiaran itu dilakukan dua tahun menjelang Pemilu 2019.

"Dibahas ketika situasi politik sedang genting-gentingnya,” ujar Agus dalam diskusi "RUU Penyiaran, Demokrasi, dan Masa Depan Media" di Cikini, Jakarta, Sabtu, 21 Oktober 2017.

Menurut Agus, kepentingan politik itu berkelindan dengan kepentingan pemilik modal industri penyiaran. Ia khawatir terburu-burunya pengesahan RUU Penyiaran hanya dijadikan alat politik partai menjelang pemilu. "Ini sangat dominan karena yang aktif dalam pembahasan adalah parpol, politikus, dan asosiasi industri".

Baca: Pengamat: Pembahasan RUU Penyiaran Sarat Kepentingan Politik

RUU ini pertama kali dibahas oleh Komisi I DPR pada 2010. Kala itu, DPR telah mengadopsi 80 persen dari draf yang disodorkan publik. Namun, hingga akhir 2014, pembahasan revisi tak kunjung kelar dan dilanjutkan pada tahun berikutnya. Tahun ini, RUU tersebut kembali ramai dipersoalkan.

Pada Senin, 16 Oktober, sejumlah orang mengatasnamakan Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) berunjuk rasa di depan gedung DPR. Mereka mempersoalkan keinginan Badan Legislasi DPR meloloskan konsep multi-mux operator dalam RUU Penyiaran yang dianggap sarat kepentingan politik dan pemilik modal industri penyiaran. Sebagian pemilik modal industri penyiaran memang sekaligus merupakan petinggi partai politik.

Konsep multi-mux dianggap merugikan negara. Berdasarkan analisis ATSDI, pendapatan swasta dari industri penyiaran mencapai Rp 133 triliun per tahun, sementara potensi pendapatan negara dari penggunaan frekuensi oleh swasta hanya Rp 86 miliar per tahun. Karena itu, ATSDI mendesak Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui sikap Komisi I, yang mendukung konsep single-mux operator dalam frekuensi penyiaran.

Baca juga: Pembahasan RUU Penyiaran Terhambat, Ini Penyebabnya

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, Agung Suprio, mengatakan penerapan single-mux memungkinkan dengan dasar perintah Undang-Undang Dasar 1945. "Karena filosofi sumber daya alam, air, tanah, udara adalah milik negara untuk kepentingan masyarakat," kata dia. Frekuensi masuk kategori kekayaan tersebut. Namun sistem multi-mux berpotensi menciptakan dominasi pemerintah.
Advertising
Advertising

Anggota Badan Legislasi DPR, Luthfi Andi Mufthi, mengatakan saat ini sikap Dewan masih terbelah. "Kemarin pembahasannya berimbang," kata politikus Partai NasDem itu. Ia mengakui frekuensi adalah sumber daya alam yang terbatas sehingga negara harus hadir dalam pengelolaan. Namun, dia melanjutkan, peran sektor swasta tidak bisa dihilangkan. "Boleh negara mengatur frekuensi, tapi tidak boleh membuat swasta menjadi mati.”

Adapun Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Siaran Indonesia (ATVSI), Niel Tobing, meminta DPR memperhatikan industri penyiaran yang melakukan investasi terlebih dulu. "RUU Penyiaran ini harus memperhatikan effort industri yang sudah existing," ujar Niel Tobing.

Berita terkait

Politisi Nasdem Sebut RUU Penyiaran Bisa Menyasar Penyebar Video Asusila

15 November 2020

Politisi Nasdem Sebut RUU Penyiaran Bisa Menyasar Penyebar Video Asusila

Anggota Komisi I DPR menyatakan RUU Penyiaran bisa menjerat penyebar video asusila.

Baca Selengkapnya

Menkominfo Johnny Plate: Rakyat Beli TV Digital, Siarannya Analog

12 November 2019

Menkominfo Johnny Plate: Rakyat Beli TV Digital, Siarannya Analog

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Plate menyebutkan dalam hal siaran televisi Indonesia sangat tertinggal.

Baca Selengkapnya

Kemenko Polhukam Akan Kawal Revisi RUU Penyiaran

24 Mei 2018

Kemenko Polhukam Akan Kawal Revisi RUU Penyiaran

Revisi RUU Penyiaran mandek di Badan Legislasi DPR lebih dari setahun.

Baca Selengkapnya

Bahas RUU Penyiaran, DPR Rapat Dengan Kominfo Minggu Depan

5 April 2018

Bahas RUU Penyiaran, DPR Rapat Dengan Kominfo Minggu Depan

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana melakukan rapat dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membahas RUU Penyiaran

Baca Selengkapnya

DPR Kembali Bahas RUU Penyiaran

5 April 2018

DPR Kembali Bahas RUU Penyiaran

DPR membahas RUU Penyiaran secara tertutup.

Baca Selengkapnya

RUU Penyiaran Diminta Segera Selesai Tahun Ini

21 Februari 2018

RUU Penyiaran Diminta Segera Selesai Tahun Ini

DPR dan Pemerintah sepakat menggunakan sistem hybrid multiplexing dalam RUU Penyiaran. Setidaknya ada empat hal lain mengganjal dalam RUU Penyiaran.

Baca Selengkapnya

RUU Penyiaran Mandek 12 Bulan, Ini Rencana Ketua Baleg

26 Januari 2018

RUU Penyiaran Mandek 12 Bulan, Ini Rencana Ketua Baleg

Pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pernyiaran akan terus dilakukan.

Baca Selengkapnya

Pembahasan RUU Penyiaran Mandek 1 Tahun, Ini Sebabnya

26 Januari 2018

Pembahasan RUU Penyiaran Mandek 1 Tahun, Ini Sebabnya

Ketua Baleg DPR menjelaskan penyebab mandeknya pembahasan RUU Penyiaran.

Baca Selengkapnya

MK Minta Koalisi Perbaiki Permohonan Uji Materi Iklan Rokok

31 Oktober 2017

MK Minta Koalisi Perbaiki Permohonan Uji Materi Iklan Rokok

MK meminta koalisi memperbaiki permohonan uji materi atas UU Penyiaran dan UU Pers yang menyangkut iklan rokok.

Baca Selengkapnya

Fenomena Migrasi Analog ke Digital Harus Masuk RUU Penyiaran

22 Oktober 2017

Fenomena Migrasi Analog ke Digital Harus Masuk RUU Penyiaran

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin, Judhariksawan, mengingatkan agar RUU Penyiaran tidak merugikan siapa pun.

Baca Selengkapnya