TEMPO Interaktif, Solo:PDI Perjuangan meminta agar perjanjian kerja sama pertahanan atau defence cooperation agreement (DCA) dengan Singapura yang sudah ditandatangani bersama dengan perjanjian ekstradisi dibatalkan.Menurut Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, kerja sama pertahanan yang mengizinkan Singapura menggelar latihan perang di wilayah Indonesia sebagai keputusan gegabah. Kedaulatan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terancam dengan adanya perjanjian tersebut. "Perjanjian itu hanya menguntungkan Singapura dan mengancam kedaulatan NKRI," kata dia, Kamis (24/5).Beberapa waktu lalu, pemerintahan Indonesia dan Singapura menandatangani perjanjian kerja sama ekstradisi dan pertahanan. Dalam perjanjian pertahanan tersebut, Singapura diperbolehkan menggelar latihan perang di wilayah Indonesia. Singapura juga diperkenankan untuk membangun sarana latihan serta melibatkan negara lain dalam latihan militer tersebut. Kedua negara juga bersepakat untuk membentuk komisi pengawas untuk memantau pelaksanaan perjanjian kerja sama pertahanan tersebut. Kerja sama ini merupakan bagian dari perjanjian ekstradisi untuk memulangkan sejumlah buronan koruptor Indonesia yang kabur ke negeri Singa tersebut.Menurut Tjahjo, seharusnya perjanjian pertahanan dipisahkan dengan perjanjian pertahanan karena kedua masalah tersebut berbeda. Sampai saat ini kesepakatan kedua negara tersebut belum dapat dilaksanakan karena masih belum mendapatkan persetujuan dari parlemen. Komisi Pertahanan memberikan tenggat kepada pemerintah agar segera menyerahkan naskah perjanjian tersebut sebelum rapat kerja Senin pekan depan. (Koran Tempo, Kamis, 24/5)Tjahjo mengatakan pemerintah memang sebaiknya menunda permintaan ratifikasi perjanjian ekstradisi ke DPR sembari menunggu langkah konkret dari pemerintah Singapura terkait dengan upaya negara tersebut memulangkan para buronan koruptor yang berada di negara tersebut.Menurut Tjahjo, sejumlah persyaratan yang ada dalam perjanjian ekstradisi sangat sulit dipenuhi karena bisa tidaknya buronan dari Indonesia dipulangkan sangat tergantung keputusan pengadilan setempat. "Tunggu dulu bagaimana negara itu bereaksi, terutama pihak yudikatifnya. Percuma kalau diratifikasi, tetapi ternyata buronan yang diincar tetap saja dipersulit dengan dalih kewenangan yudikatif," ujarnya.Imron Rosyid