TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mengatakan, Presiden Joko Widodo pasti mempertimbangkan untuk memakai helikopter EC-725 buatan PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Sedangkan helikopter jenis Agusta Westland (AW) 101 buatan Inggris-Itali, yang dipesan TNI Angkatan Udara untuk Presiden dan Wakil Presiden, belum tentu dipertimbangkan.
"Sejauh ini saya melihat helikopter Kepresidenan masih baik dan layak karena jarang digunakan. Tapi, kalau pemerintah memang mau mengganti, Pak Presiden melalui Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara), pasti akan mempertimbangkan opsi memakai produk buatan PT DI," ujar uddy Chrisnandi seperti dikutip dari Antara.
Pernyataan Yuddy menanggapi pro dan kontra pembelian helikopter AW 101 untuk kendaraan VVIP Presiden dan Wakil Presiden. Keinginan TNI AU berbeda dengan sejumlah kalangan yang merekomendasikan pembelian helikopter buatan PT DI yakni tipe EC-725.
Menurut Yuddy, sistem persenjataan buatan PT DI telah memenuhi standarisasi dan sepadan dengan buatan asing. Tentu saja, kata Yuddy, harganya lebih murah karena dikerjakan oleh bangsa sendiri. Pemerintahan Jokowi, katanya, memiliki komitmen membangun kemandirian bangsa, termasuk dalam pemilihan persenjataan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, belum tahu dan tak dilibatkan oleh TNI AU dalam pembelian helikopter AW-101 untuk kendaraan Kepresidenan. Kalla mengaku heran mengapa TNI AU berencana membeli helikopter buatan luar negeri. "Padahal, helikopter yang saya dan Pak Jokowi pakai, Super Puma, sangat bagus ukurannya dan masih baru," kata Kalla, di kantornya, Jumat, 27 November 2015.
Menurut Kalla, Super Punma yang ada sekarang bukan diproduksi tahun 80-an, tapi tahun 2000 akhir. Tepatnya dibeli pada saat Presiden Abdurrahman Wahid periode 1999-2001. Dia menilai helikopter itu masih layak dan masa pakainya masih panjang. Seharusnya, kata Kalla, TNI AU tidak perlu mengajukan pengadaan pembelian helikopter baru yang sejenis.
Rencana pembelian ini mendapat kritik. Terutama dari PT Dirgantara Indonesia, selaku produsen helikopter Super Puma. Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia, Budi Santoso, mengatakan pembelian itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Industri Pertahanan yang mewajibkan keterlibatan industri nasional dalam pengadaan alat pertahanan dan keamanan dari luar negeri.
ELIK S | REZA ADITYA