TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Timur Soekarwo menjelaskan perihal status tambang pasir yang kontroversinya mengakibatkan seorang petani, Salim Kancil, 52 tahun, dibunuh sekelompok orang pada Sabtu, 26 September 2015.
Soekarwo menyatakan tambang pasir di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, itu adalah lokasi tambang milik Indo Modern Mining Sejahtera (IMMS).
Namun, kata Soekarwo, belakangan tambang tersebut telantar. "Tambang itu sebetulnya legal," ujar Soekarwo di gedung Kementerian Dalam Negeri, Jumat, 2 Oktober 2015.
Menurut Soekarwo, tambang itu tak diurus. Sebab, berdasarkan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara, perusahaan wajib membangun smelter. IIMS kemudian mengaku belum memiliki dana untuk membangun smelter, padahal sudah mengantongi izin pengelolaan hingga tahun 2022.
Akibatnya, tambang tersebut tak ditutup meskipun sudah tidak beroperasi lagi. "Kemudian diambil rakyat," katanya.
Pada 12 September 2015, Soekarwo mendapat laporan aktivitas penambangan pasir ilegal. Soekarwo memastikan Kepala Desa Awar-awar turut berperan dalam penambangan ilegal itu. "Dia angkut dan jual keluar," tutur Soekarwo.
Kepolisian Resor Lumajang telah menetapkan Kepala Desa Selok Awar-awar Hariyono sebagai tersangka kasus tambang pasir ilegal di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Namun polisi belum menjelaskan peran Hariyono dalam kasus tambang ilegal ini.
Soekarwo memastikan akan menertibkan perizinan sehingga tak ada lagi pertambangan-pertambangan ilegal yang bisa berbuntut tragis.
Selain Salim Kancil, rekan Salim, Tosan, yang juga warga Desa Selok Awar-awar, juga mendapat perlakuan sadis oleh segerombolan orang. Tosan kini mendapat perawatan intensif di sebuah rumah sakit di Malang.
TIKA PRIMANDARI
Baca juga:
Kisah Salim Kancil Disetrum, Tak Juga Tewas: Inilah 3 Keanehan
EKSKLUSIF G30S 1965: Begini Pengakuan Penyergap Ketua CC PKI Aidit