TEMPO.CO , Jakarta--Satu hal yang kerap dimanfaatkan para terpidana mati menjelang eksekusi adalah peninjauan kembali (PK). Tapi, PK sering diajukan berkali-kali tanpa novum yang jelas. Kejaksaan Agung menganggap hal itu sebagai upaya untuk mengulur eksekusi, sehingga Kejaksaan mencari cara untuk membatasinya.
"Terpidana mati yang sudah selesai proses hukumnya di tingkat kasasi akan kami berikan somasi untuk segera menyatakan sikap apakah akan mengajukan PK atau tidak," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, Tony Spontana, Sabtu, 2 Mei 2015.
Pada eksekusi mati gelombang kedua Rabu lalu, beberapa terpidana mati menggunakan hak PK tanpa novum yang jelas. Mereka adalah Serge Areski Atlaoui (terpidana mati asal Prancis), Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina), Martin Anderson (Nigeria), dan Zainal Abidin (Indonesia).
Kuasa hukum Serge, misalnya, mengaku tak puny novum dalam pengajuan PK. Hal yang diajukannya hanyalah bahwa ada kelalaian hakim dalam pemberian putusan. PK tersebut pun dianggap mengulur waktu karena baru diajukan menjelang eksekusi mati gelombang kedua.
Menurut Tony, jika terpidana mati memutuskan untuk mengajukan PK seusai kasasi, maka mereka akan diberi waktu 3 bulan untuk segera mengajukan PK. Apabila tidak, maka mereka harus menulis surat pernyataan tidak mengajukan PK.
Sementara itu, jika mereka tidak memberi respons, maka akan dianggap tidak mengajukan PK. Oleh karena itu, kata Tony, tiap bulan akan dilakukan pengecekan apakah terpidana mati serius akan mengajukan PK atau tidak.
Upaya pembatasan ini, kata Tony, hanya sementara waktu saja sampai Peraturan Perundangan Pembatasan PK yang tengah dibahas Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung selesai. Peraturan itu merupakan kesepakatan dari pertemuan ketiga pihak pada Januari lalu.
"Ini sama seperti grasi. Jika tidak diajukan dalam waktu setahun sejak putusan, maka dianggap kesempatannya sudah hilang. Waktu tiga bulan itu hanya untuk mendaftarkan PK saja," ujar Tony.
Direktur Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Wicipto Setiadi berkata bahwa peraturan terkait pembatasan PK masih dalam pembahasan. "Masih dibahas terkait novum,"ujarnya.
ISTMAN MP