TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku belum pernah mendengar Presiden Joko Widodo berencana merombak kabinetnya. Namun, jika itu terjadi, sebagai menteri, ia harus siap diganti.
Menurut Tjahjo, reshuffle kabinet adalah hak presiden. "Itu kan bukan hak menteri. Sebagai menteri harus siap saja di-reshuffle," ujar Tjahjo di kantornya, Senin, 23 Februari 2015.
Namun, ucap mantan Ketua Tim Sukses Jokowi-JK ini, rencana perombakan belum pernah didengarnya. "Baru tiga bulan kok sudah omongin reshuffle."
Tjahjo menuturkan reshuffle dilakukan berdasarkan kinerja, bukan alasan politis. Menurut Tjahjo, apabila menilai kinerja menteri tidak cakap, presiden boleh menggantinya. Atau, kata Tjahjo, jika partai menarik kadernya untuk kembali mengurus partai.
Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan Presiden Joko Widodo dikabarkan sedang mempersiapkan perombakan Kabinet Kerja.
Perombakan ini dilakukan sebagai kompromi politik dan sarana untuk memfasilitasi kepentingan koalisi pendukung Jokowi setelah Budi Gunawan batal dilantik menjadi Kepala Kepolisian RI.
Menurut Bambang, kebenaran isu perombakan itu akan ditentukan oleh dinamika internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam kurun satu bulan ke depan.
Jika situasi makin panas, berarti Jokowi dan PDI Perjuangan gagal bersepakat. Namun, jika PDIP kembali menyokong Jokowi, wacana reshuffle Kabinet Kerja akan terwujud.
Gejala perombakan Kabinet Kerja, kata Bambang, sebenarnya sudah dibaca Partai Golkar sejak awal Januari 2015. Bambang menyatakan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta sudah mendapat tawaran kursi menteri dari Jokowi dalam pertemuan di Istana Negara dan Istana Bogor.
TIKA PRIMANDARI