TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tidak jadi membebaskan 35 hektare lahan yang direncanakan jadi bandara di Kulon Progo. “Ada detail-detail lahan yang tidak bisa dibebaskan. Luasnya sekitar 35 hektare,” kata Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIY Ari Yuwirin, Senin, 24 November 2014.
Luas lahan calon bandar udara Kulon Progo yang semula dialokasikan 685 hektare akhirnya berkurang tinggal 650 hektare. Lahan yang tidak jadi dibebaskan itu merupakan lokasi radar AURI dan situs peninggalan zaman Kerajaan Mataram, yaitu Gunung Lanang. “Itu situs yang dianggap keramat. Tiap tahun ada labuhan,” kata Ari.
Keberadaan Gunung Lanang diyakini bertuah oleh warga sekitar. Sebab, Belanda sebagai penjajah zaman kolonial diyakini tak bisa melakukan ekspansi ke daerah tersebut karena keberadaan gunung tersebut.
Ari menjelaskan lahan 35 hektare itu bukanlah lahan yang digunakan untuk landas pacu. Panjang landas pacu yang direncanakan 3.500 meter itu seluruhnya akan menggunakan tanah Puro Pakualaman. “Lahan Pakualaman itu luasnya 170 hektare. Sisanya adalah tanah masyarakat,” kata Ari.
Adapun proses konsultasi publik baru akan digelar pada 25 November. Dalam proses tersebut, tim persiapan akan menjaring aspirasi dan pendataan masyarakat yang terdampak proyek pembangunan bandara. Masyarakat yang menerima akan ditindaklanjuti tahapan langkah selanjutnya oleh pemerintah. “Kalau setuju langsung difasilitasi seperti ada insentif untuk bebas pajak, bentuk ganti kerugian seperti apa,” kata Ari.
Ketua Tim Persiapan Pembangunan Bandara Sulistyo menambahkan, apabila masyarakat terdampak keberatan, akan dilakukan konsultasi publik tahap kedua. “Kami ulang sekali lagi selama 30 hari,” kata Sulistyo.
Apabila masih menyatakan keberatan, data keberatan tersebut akan dikaji tim keberatan yang dibentuk Gubernur DIY. Kesempatan kedua tersebut juga diharapkan dapat diikuti oleh warga yang bergabung dengan Wahana Tri Tunggal (WTT) yang sedari awal menolak setiap proses tahapan pra-pembangunan bandara. “Kalau enggak datang, ya, bisa kami anggap menerima (bandara). Karena kalau keberatan pun, enggak ada datanya,” kata Sulistyo.
PITO AGUSTIN RUDIANA