TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) prihatin dengan kasus pemerasan yang menimpa tenaga kerja Indonesia (TKI) oleh sejumlah oknum polisi. Kompolnas berharap para oknum tersebut ditindak tegas.
"Ini harus diselesaikan lewat hukum pidana, supaya ada efek jera," kata Komisioner Kompolnas Hamidah Abdurrahman ketika dihubungi Tempo, Jakarta, Ahad, 27 Juli 2014. (Baca: Pemeras TKI Nikmati Rp 325 Miliar per Tahun)
Selama ini, menurut Hamidah, penyelesaian perkara terhadap anggota Polri yang bermasalah kerap dilakukan secara internal. Misalnya, hanya copot jabatan dan dikenai sanksi disiplin. "Tidak ada efek jera," ujar Hamidah.
Setelah diselesaikan dengan hukum pidana, Hamidah mengatakan, biasanya perkara dilanjutkan ke sidang kode etik. Lalu, lanjutnya, diberhentikan dengan tidak hormat. "Pemberhentian dengan tidak hormat itu paling menyakitkan," ucapnya. (Baca: Kabareskim: Pemerasan TKI di Bandara Sistematis)
Pada Jumat malam, 25 Juli 2014, hingga Sabtu dini hari, Komisi Pemberantasan Korupsi bersama Bareskrim Mabes Polri melakukan inspeksi mendadak di Terminal 2-D Bandara Soekarno-Hatta. Dalam inspeksi tersebut, KPK menahan 18 orang, di antaranya dua anggota kepolisian dan seorang TNI.
Kedua polisi adalah Bripka WD, anggota Direktorat Lalu Lintas PMJ Kepolisian Resor Jakarta Barat, dan Brigadir ET, anggota Kepolisian Resor Kepulauan Seribu. Keduanya pun telah menjalani pemeriksaan di Propam Polda Metro Jaya.
Hamidah juga menyarankan Migrant Care melaporkan masalah pemerasan terhadap TKI ke lembaganya. Migrant Care sudah melaporkannya ke kepolisian, namun mafia pemerasan tak juga terungkap. (Baca: Polisi dan TNI AD Berperan Cari TKI untuk Diperas)
"Kami akan turun ke sana menindaklanjutinya," kata Hamida. Jika ditemukan adanya dugaan pejabat Polri yang terlibat, Kompolnas bakal merekomendasikan temuannya ke Kapolri Jenderal Sutarman.
Selama ini, Hamidah mengatakan Kompolnas kerap mendapatkan respons positif dari Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Suhardi Aulius saat melakukan pendalaman suatu kasus. "Terutama kasus yang dipermainkan seperti ini," ucap Hamidah. (Baca: Polisi Pulangkan 18 Pelaku Pemerasan TKI)
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, menyatakan praktek pemerasan masif dan terorganisasi. Aksi tersebut sudah berlangsung sejak 1999. Modusnya, menurut Anis tidak berubah, yaitu pelayanan, membantu menukar uang, dan mencarikan travel.
SINGGIH SOARES
Baca juga:
Wenger Sudah Lama Mengincar Ospina
Lebaran, KRL Tak Kurangi Jadwal Perjalanan
H-1 Lebaran, Harga Daging Melambung
Korban Pertama MH17 Diidentifikasi