TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah membentuk tim kecil interdept dalam mengkaji pembuatan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Tim ini akan melibatkan 15 kementerian dan lembaga, beberapa di antaranya, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan Badan Pusat Statistik.
"Kita sangat hati-hati, pembiayaan dan penghematan," kata Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi seusai paparan program Nomor Induk Kependudukan di kantor Wakil Presiden, Rabu (27/1).
Dia memaparkan, pembuatan NIK harus selesai pada Desember 2011 sesuai Undang- undang 23 tahun 2006 tentang Administasi Kependudukan dan Peraturan Presiden Nomor 26 tahun 2006.
Melalui tim ini, kata dia, akan mengkaji NIK dan elektronik Kartu Tanda Penduduk karena untuk membuat NIK ini harus mendata 230 juta penduduk dan pembuatan e-KTP 170 juta. "Kalau diselesaikan sampai pembuatan e-KTP butuh Rp 6 triliun," katanya.
Belum lagi, menurut dia, penggunaan teknologi seperti hardware yang harus siap dari pemerintah pusat hingga kecamatan. Meski, kata dia, setelah e-KTP ini terbentuk akan memiliki implikasi penghematan pada sejumlah kepentingan misalnya pembuatan SIM, STNK, dan paspor bahkan data pemilu. "Biaya-biaya yang lain bisa lebih efisien," katanya.
Rencananya, tim kecil ini yang diketuai Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Irman akan mempresentasikan sejumlah opsi kepada Wakil Presiden Boediono. "Biaya belum diputus, kami akan coba meminimalisir angka terendah," katanya. Menurut dia, sulit merealisasikan pelaksanaan e-KTP pada dua tahun mendatang. "Dananya saja sekarang belum ada," ujarnya.
Soal pengamanan, Gamawan mengatakan sudah menyiapkan back up data server mengamankan hilangnya data. "Pengamanan data itu minimal 1 back up tapi kalau bisa ada dua," katanya. Misalnya ada server data di daerah, di Jakarta dan di Kalimantan yang jarang tertimpa gempa. "Kami juga sudah antisiapasi penyalahgunaan," ujarnya.
Datanya, lanjut dia, akan mengunakan data yang dimutakhirkan oleh Administrasi Kependudukan. Sedangkan data dari Badan Pusat Statistik akan menjadi persandingan. "Dengan data yang banyak akan semakin mendekati (akurat)," ujarnya.
EKO ARI WIBOWO