Atmakusumah mengatakan, pendapatnya itu mengutip hasil-hasil pemantauan BBC tanggal 23 Mei lalu yang menyatakan bahwa pers Indonesia pada umumnya mendukung operasi militer Aceh. Dan pemantauan BBC tersebut, kata Atmakusumah, juga ditunjukkan garis yang pro pemerintah dan yang pro nasionalis yang didukung oleh pemerintah dan militer dalam menanggulangi konflik di Aceh.
Ketua Dewan Pers yang juga mantan Direktur Lembaga Pers dr. Soetomo (LPDS) ini juga mengatakan, dalam pemantauan BBC itu juga disebutkan bahwa media pers yang dianggap lebih banyak mendukung garis nasionalis tersebut tampak pada tajuk rencana atau opini di sejumlah harian Indonesia, seperti di harian Waspada (Medan), Bali Post (Denpasar), Kompas (Jakarta), Suara Merdeka (Semarang), Jawa Pos (Surabaya), Media Indonesia (Jakarta), Sinar Harapan (Jakarta) dan Republika (Jakarta).
Atmakusumah mengatakan, memang harus diakui ada beberapa berita yang kurang menyenangkan bagi kalangan pemerintah dan TNI, khususnya pemberitaan tentang para korban konflik bersenjata yang diakibatkan oleh serbuan tentara. Itu tidak menyenangkan. Tetapi itu adalah kenyataan yang terjadi di lapangan yang diakui sebagian oleh pihak TNI, kata Atmakusumah.
Menanggapi pernyataan tentang patriotisme dan nasionalisme pers Indonesia yang dinilai kurang oleh sejumlah pihak, Atmakusumah mencontohkan bahwa pers Amerika juga mengutip Al Jazeera atau Al Arabia. Terutama Al Jazeera yang kadang-kadang juga menyiarkan pernyataan Osama Bin Laden, kata Atmakusumah.
Dikatakannya, jurnalisme profesional seharusnya tetap menganut azas objektif dan berimbang. Tetapi untuk pemberitaan konflik Aceh memang sulit bagi pers untuk memenuhi standar jurnalisme profesional. Pers Indonesia sebaiknya lebih memusatkan perhatian pada kenyataan yang terjadi di lapangan, terutama korban konflik di kalangan sipil, ujarnya. Ditambahkan, mestinya pers Indonesia tidak hanya memusatkan perhatian pada pernyataan-pernyataan dari kedua belah pihak. (Putri Alfarini-TNR)