TEMPO.CO , Bandung: Nasib kukang (Nycticebus sp) di alam liar terancam punah. Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) menyebutkan, ancaman terbesar bagi kukang adalah perdagangan untuk hewan peliharaan. Satwa dilindungi itu sedikitnya dijual seharga Rp 100 ribu hingga 750 ribu per ekor.
Seorang advisor dari YIARI, Richard Moore, mengatakan Indonesia punya tiga dari lima jenis kukang di dunia. Satwa dilindungi yang juga dikenal dengan sebutan lain, yakni Malu-malu itu, terdiri dari jenis Kukang Jawa, Kukang Sumatera, dan Kukang Kalimantan. Kukang Jawa berstatus kritis, dua jenis lainnya berstatus rentan.
Selain di Indonesia, satwa primata itu juga diketahui ada di Burma, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. "Kukang satwa primata yang berkerabat dengan lemur di Madagaskar," ujarnya dalam seminar tentang kukang di Bandung, Kamis, 25 Juni 2015. Sejauh ini, penelitian kukang masih kurang dan perkiraan jumlahnya belum jelas.
Namun begitu, International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah membuat daftar merah untuk tiga jenis primata endemik Indonesia. Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) salah satunya, masuk dalam kategori satwa terancam punah.
Adapun Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) telah memasukkan semua jenis kukang di Indonesia dalam daftar Apendiks I, yaitu dilarang diperdagangkan. Kenyataannya, menurut tenaga medis YIARI, dokter hewan Nur Purba, pada 2013 misalnya, petugas menyita 200 lebih ekor kukang dari masyarakat. YIARI meminta masyarakat untuk tidak membeli kukang dan melaporkan ke petugas jika mengetahui perdagangannya.
Adapun Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat Sylvana Ratina mengatakan, pada 2013-2014, pihaknya mengurus tiga kasus kepemilikan kukang. Pelaku di Tasikmalaya yang kedapatan punya 22 ekor kukang, dijerat hukuman 1 tahun penjara.
Di Serang, Banten, pemilik 148 ekor kukang dihukum 4 bulan penjara dan seorang pelaku lainnya dengan 77 ekor kukang diganjar hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Sylvana mengaku heran dengan ringannya hukuman bagi para pelaku tersebut.
ANWAR SISWADI