TEMPO Interaktif, Jakarta:Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Trimedya Panjaitan meminta Kejaksaan Agung menelusuri ada-tidaknya imbal jasa di balik pencairan dana Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto di Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas, London, sebesar US$ 10 juta pada 2004 lalu. "Kejaksaan Agung harus melihat motif tertentu, misalnya imbal jasa," kata Trimedya saat dihubungi Tempo kemarin. Politisi dari Fraksi PDIP ini juga berpendapat, sebaiknya kejaksaan meminta penjelasan secara utuh kepada Yusril Ihza Mahendra selaku Menteri Kehakiman ketika itu. Pencairan dana Tommy mengundang kontroversi karena dibantu oleh Departemen Kehakiman. Soalnya, BNP Paribas mencurigai duit itu hasil korupsi. Dana akhirnya cair setelah mendapat rekomendasi dari departemen itu. Pencairannya pun diduga dilakukan dengan cara mentransfer melalui rekening Departemen Kehakiman, kemudian dialirkan lagi ke perusahaan Tommy. Yusril tahu soal pencairan dana milik putra bungsu mantan presiden Soeharto itu. Namun, "Nggak ada persetujuan dari saya," katanya Jumat lalu. Menurut dia, ketika itu BNP Paribas menanyakan apakah dana Tommy yang akan dicairkan itu terkait dengan tindak pidana atau tidak. Pihaknya lalu mengecek dana itu ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Kejaksaan Agung, dan pengadilan. Ternyata didapat penjelasan bahwa Tommy hanya terlibat kasus pembunuhan. "Bukan korupsi," katanya. Namun, menurut Trimedya, Departemen Kehakiman sebetulnya tidak berhak memberikan rekomendasi apa pun. Menurut dia, kewenangan untuk menyatakan seseorang atau suatu badan tengah berurusan dengan tindak pidana korupsi seharusnya ada pada kepolisian dan kejaksaan. "Kalau tidak punya kewenangan, kenapa memberikan rekomendasi?" katanya. Suryama N. Sastra, anggota Komisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, juga berpendapat serupa. Ia mengatakan lembaga yang berwenang memberikan rekomendasi seharusnya adalah Duta Besar RI setelah berkoordinasi dengan kepolisian, kejaksaan, atau pengadilan. "Perselingkuhan ini mengabaikan duta besar dan mencederai kekuasaan keadilan dan aparat penegak hukum," ujar mantan Wakil Ketua Panitia Khusus Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan ini. Dia juga mencurigai adanya konflik kepentingan dalam kasus pencairan dana Tommy tersebut. Soalnya, kata Suryama, penunjukan Kantor Hukum Ihza & Ihza oleh Tommy untuk menangani perkara terjadi ketika Yusril menjabat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Menurut Suryama, meski surat rekomendasi itu diduga ditandatangani oleh direktur jenderal, Yusril tetap saja harus menjelaskan perkara ini karena saat itu posisinya sebagai penanggung jawab tertinggi kebijakan di Departemen Kehakiman. BADRIAH