TEMPO Interaktif, Lampung:Meski telah berusia empat tahun, tapi kedua kaki Ujang Mukri tampak lemah. Jangankan berlari atau berjalan kaki, untuk berdiri saja putra lelaki satu-satunya dari lima anak Sumiyati (39 tahun) itu kesulitan. Dokter menyatakan Ujang mengidap polio akibat kelalaian sang ibu. “Ini salah saya karena Ujang cuma sekali diimunisasi. Habis, Posyandu (pos pelayanan terpadu) cukup jauh,” kata Sumiyati saat ditemui Tempo akhir pekan lalu. Sejak dua bulan lalu, warga desa Sumanda Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus, Lampung itu membawa Ujang ke Rumah Sakit Umum Pringsewu Tanggamus. Di sana, Ujang bersama delapan bocah lainnya menjalani fisioterapi secara gratis. Jarak rumah sakit yang mencapai 40 kilometer, tak membuat Sumiyati mengeluh harus bolak-balik ke Pringsewu tiga kali dalam sepekan. Dalam terapi tersebut setiap pasien dilatih menggerakkan otot-otot kaki, terutama di persendian lutut dan pergelangan kaki. Pasien juga dilatih untuk berdiri, menapak dan berjalan tanpa alat bantu. Sebelumnya, dokter melakukan penyinaran, “Untuk melancarkan peredaran darah dan menaikan suhu otot," kata Agung Mudapaty, Ketua Tim Fisioterapi. Menurut Iman Sunarjo, Kepala Dinas kesehatan Tanggamus, di wilayahnya saat ini tercatat 20 anak terkena polio, yang tersebar di enam kecamatan. Lampung merupakan urutan ketiga setelah Banten dan Jawa Barat dalam jumlah pengidap polio. Munculnya kasus polito tak lepas dari minimnya akses kesehatan bagi warga miskin. Untuk menuju Poyandu, kata Imam, warga harus menempuh perjalanan jauh hingga 15 kilometer. Pemberian fisioterapi yang disponsori Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Lampung, menurut Agung, efektif agar anak mau belajar berjalan ketimbang memberikan kursi roda yang justru membuat anak manja. Proses terapi diberikan 20 kali, selain para orang tua juga diminta melatih sendiri anaknya di rumah, agar bisa berjalan. Seperti Ujang, kini sudah berani berjalan jinjit sejauh 4-5 meter. Nurochman