TEMPO Interaktif, Jakarta:Komisi Kehutanan dan Pertanian DPR menilai, undang-undang yang tegas dan konkret diperlukan dalam pemberantasan illegal logging (pembalakan liar). Menurut Fachri Andi Laluasa, wakil ketua Komisi Kehutanan dan Pertanian DPR, banyaknya kasus illegal logging di Indonesia dan sulitnya pemberantasan pencurian kayu karena banyak mata rantai yang belum terkoordinasi dengan baik.Menurut dia, undang-undang yang ada saat ini belum bisa mencover permasalahan kasus illegal logging. ”Undang-undang anti-illegal logging harus segera dibuat DPR," ujar Fachri dalam diskusi bertema ”Koordinasi Penanganan Illegal Logging” di Gedung MPR/DPR, Kamis (8/11). Saat ini pemerintah hanya mengacu pada Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan untuk menangani kasus itu. Namun, undang-undang itu belum bisa menjerat para cukong kayu dan pencurian yang terjadi sebelum 1999. Maiyasak Johan, anggota Komisi Hukum DPR, mengatakan peraturan pemerintah sebagai pendukung Undang-Undang Nomor 41/1999 baru ada empat. ”Diperlukan sebanyak 16 peraturan pemerintah agar bisa mendukung undang-undang itu,” ujarnya.Pupung Suharis, anggota Komisi Hukum DPR lainnya, mengatakan bahwa lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku karena aparat serta pejabat diduga terlibat. "Illegal logging persoalan serius tapi kesannya kalah dengan kasus korupsi," katanya. Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Rudy Satryo mengatakan bahwa keterbatasaan aparat di Departemen Kehutanan menjadi kendala dalam menyelidiki kasus illegal logging. Menurut dia, penyidik pegawai negeri sipil kehutanan (PPNS) tak dilengkapi senjata yang memadai. "Lagipula PPNS ini bukan jabatan struktural, hanya bersifat menempel saja," ujarnya. Aguslia Hidayah