Mantan Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti, mendengarkan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 5 September 2016. JPU mendakwa La Nyalla melakukan tindak pidana korupsi dengan menggunakan dana hibah Kadin Jatim tidak sesuai dengan peruntukannya melainkan digunakan untuk kepentingan diri sendiri sebesar Rp 1,105 miliar. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum sidang kasus tindak pidana korupsi menolak eksepsi (keberatan) yang dilayangkan terdakwa La Nyalla Mattalitti hari ini.
Jaksa yang dipimpin oleh I Made Suarnawan mengatakan para penasehat hukum terdakwa tidak cermat dan teliti membaca dakwaan. "Eksepsi mengada-ada," kata Suarnawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 14 September 2016.
Ada tiga eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum La Nyalla, yaitu dakwaan yang diajukan telah memanipulasi fakta yuridis dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya. Lalu penetapan tersangka yang tanpa diperiksa dulu. Terakhir, surat dakwaan batal demi hukum lantaran penyidikan terdakwa tidak dibenarkan secara hukum berdasar lima putusan pengadilan.
Terhadap eksepsi pertama, jaksa melihat dalil yang disampaikan penasihat hukum harus dibuktikan kebenarannya di pengadilan. Di eksepsi kedua, jaksa berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014. Menurut jaksa, tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan in absentia, tidak diperlukan pemeriksaan calon tersangka.
Sementara pada keberatan ketiga, jaksa berpandangan tidak ada cacat formil dalam penerbitan surat perintah penyidikan dan surat penetapan tersangka. "Eksepsi pun mengulang-ulang dari (persidangan) sebelumnya," kata Suarnawan.
Penasihat Hukum La Nyalla, Harris Arthur Hedar, tetap berpatokan kepada eksepsi yang dibuat. "Tanggapan jaksa tidak masuk materi. Kami tetap ke eksepsi semula," ucap Harris. Sidang pun ditunda dan akan dilanjutkan pada Kamis, 22 September 2016.
La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2016. Dia disangka menggunakan dana hibah Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur untuk membeli saham perdana di Bank Jatim senilai Rp 5,3 miliar. Selain itu, dia disangka melakukan tindak pidana pencucian uang atas dana hibah Kadin Jawa Timur pada 2011 sebesar Rp 1,3 miliar.