Polisi Gandeng Kominfo Selidiki Provokator di Tanjungbalai
Editor
Yudono Yanuar Akhmadi
Senin, 1 Agustus 2016 20:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bidang Cyber Crime Polri bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika menyelidiki provokator kerusuhan di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara. "Kerja sama terutama untuk membaca informasi terkait data komunikasi yang berjalan saat peristiwa," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar di Jakarta, Senin, 1 Agustus 2016.
Selain mencari provokator, kata Boy, petugas kepolisian memberikan pendidikan hukum kepada masyarakat. "Masyarakat perlu diberikan penyadaran jangan sembarangan," ujarnya.
Kerusuhan sempat terjadi di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, Jumat malam, 29 Juli 2016. Polisi menduga kericuhan ini dipicu oleh kesalahpahaman dan massa tersulut emosi karena membaca pesan yang disebar di media sosial Facebook.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan jumlah tersangka terkait kerusuhan di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, kini menjadi 12 orang. "Empat tersangka dalam kasus pengrusakan, 8 tersangka terlibat kasus penjarahan," kata Martin.
Delapan tersangka penjarah itu adalah remaja. Usia mereka dari 16 hingga 21 tahun. Sedangkan tersangka pengrusakan dua di antaranya adalah remaja dan dua orang lainnya berusia 27 tahun.
Martinus masih menunggu hasil pemeriksaan polisi mengenai peran pelaku pengrusakan, apakah mereka yang menggerakkan, mendorong kerusuhan, atau melakukan pengrusakan itu. Menurut dia, jumlah tersangka bisa jadi bertambah, mengingat kerusuhan terjadi di 10 tempat.
Martin menjelaskan hasil sementara pemeriksaan menyebutkan cara pelaku memprovokasi adalah melalui pesan di media sosial Facebook. "Mereka sudah bernegosiasi (untuk damai), tapi ada sekelompok orang yang mengorganisir massa dan orang berkumpul," ujar Martinus.
Ia mengatakan polisi sudah mendata pesan-pesan atau status di media sosial. "Sedang didalami," ujar Martinus. Dia menjelaskan situasi di Tanjungbalai kini kondusif dan masyarakat sudah beraktivitas.
Pemerintah melakukan upaya pemulihan di samping penegakan hukum. Untuk upaya pencegahan, personel Polri ditempatkan di Tanjungbalai untuk pengamanan. Upaya pemulihan, kata Martinus, melibatkan Polri dan TNI. Mereka membersihkan sisa-sisa barang yang dibakar massa.
Dalam kejadian tersebut, massa membakar barang-barang di dua wihara dan lima klenteng. Kericuhan ini diduga karena masyarakat salah paham dengan perkataan seseorang dari etnis Cina. Padahal sebelumnya kasus salah paham ini sudah diselesaikan secara lokal oleh kedua pihak.
Lalu tersiar pesan lewat media sosial yang menyebutkan bahwa masjid tadi dilarang memperdengarkan azan. Pesan berantai itulah yang akhirnya menyulut kemarahan umat Islam di Tanjungbalai.
REZKI ALVIONITASARI