Dinasihati Ulama, Begini Perilaku Si Nabi Isa Palsu
Editor
Kukuh S Wibowo Surabaya
Kamis, 28 April 2016 14:43 WIB
TEMPO.CO, Bangkalan - Nur Tajib, 40 tahun, warga Desa Patereman, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, yang mengaku sebagai Nabi Isa, dipertemukan dengan sekitar 20 pengikutnya di Masjid Kepolisian Resor Bangkalan, Kamis, 28 April 2016.
Pertemuan juga dihadiri perwakilan Majelis Ulama Indonesia Bangkalan, Nahdlatul Ulama Bangkalan, dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Bangkalan.
Mengenakan kemeja batik warna krem, celana hitam, dan kopiah putih, Nur Tajib terlihat tanpa ekspresi. Saat masuk masjid, Nur, yang ditahan di Kepolisian Resor Bangkalan, langsung menyalami pengikutnya satu per satu. Dia lebih banyak menunduk.
Ketua Majelis Ulama Bangkalah KH Ahmat Busro Damanhuri memberi wejangan kepada Nur bahwa ajaran Islam telah sempurna. Karena itu dia meminta agar ajaran tersebut tidak ditambah-tambah atau diubah. "Kalau ada yang mengaku sebagai nabi, itu pasti ajaran sesat," katanya.
Baca: Mengaku Nabi Isa, Nur Tajib Ajarkan Sholat Tak Lazim
Busro menuturkan Majelis Ulama telah mengeluarkan sepuluh kriteria ajaran sesat. Di antaranya ialah mempercayai ada nabi setelah Muhammad, mengingkari keaslian Al-Quran, dan mengubah ajaran pokok dalam ibadah salat serta haji. "Agar taubat diterima, harus berhenti berbuat dosa, bertekad tidak mengulangi," ucap Busro.
MS, salah satu pengikut Nur, mengaku tidak pernah dibaiat. Hubungannya dengan Nur, menurut MS, hanya sebatas urusan berobat. Sambil memberi pengobatan itulah, ucap MS, Nur Tajib menyebut dirinya sebagai jelmaan Nabi Isa.
MS menilai ada yang tidak beres dalam diri Nur Tajib. Namun karena merasa tak enak hati untuk membantah, dia hanya manggut-manggut. "Dalam hati saya tidak pernah mengakui dia sebagai Nabi Isa," tuturnya.
Busro menambahkan, bahwa setelah diteliti, warga yang disebut-sebut sebagai pengikut Nur Tajib umumnya ialah pasiennya. Semula Busro khawatir ada warga yang terkontaminasi ajaran sesat Nur Tajib. Namun setelah dicek, ternyata tidak satu pun yang mengakui Nur Tajib sebagai utusan Allah. "Karena hatinya tidak mengakui Nur Tajib sebagai Nabi Isa, maka tidak perlu melakukan tobat massal dengan membaca kalimat syahadat," katanya.
Setelah memberi wejangan, Busro mengajak semua yang hadir di masjid Polres Bangkalan melaksanakan salat zuhur berjemaah. Nur Tajib ikut salat. Dia memilih berdiri di barisan depan, tepat di belakang imam.
MUSTHOFA BISRI