Anggota Gafatar Ini Beli Lahan 12 Ha Seharga Rp 125 Juta
Editor
Muhammad Iqbal
Selasa, 26 Januari 2016 19:37 WIB
TEMPO.CO, Boyolali - Di balik senyumnya yang mudah mengembang, Zainudin, 30 tahun, masih menyimpan banyak tanda tanya ihwal masa depan keluarganya setelah mereka dipulangkan dari Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. “Di sini kami sudah tidak punya apa-apa lagi. Kami meminta solusi yang konkret dari pemerintah,” kata Zainudin, Selasa, 26 Januari 2016.
Warga Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, itu adalah satu dari 435 pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang ditampung di Asrama Haji Donohudan, Kabupaten Boyolali, secara bertahap pada Ahad dan Senin lalu.
Zainudin, yang sebelumnya bekerja sebagai pegawai koperasi kecil-kecilan, membulatkan tekad merantau ke Kalimantan karena tertarik ajakan temannya untuk memulai hidup baru sebagai petani. Bermodal tabungan dan uang hasil menjual sepeda motor, pada September 2015, dia mengajak istri dan dua anaknya meninggalkan rumah kontrakannya di Bantul.
Di Mempawah, Zainudin dan sejumlah pengikut Gafatar yang lain membeli tanah seluas 12 hektare milik warga setempat seharga Rp 125 juta, “Ada sertifikatnya atas nama satu orang,” kata Zainudin. Kemudian, mereka membangun rumah panggung dari kayu yang terdiri atas empat kamar. Tiap satu kamar ditinggali satu keluarga.
Di atas tanah yang subur itu, Zainudin dan sejumlah pengikut Gafatar lain mulai menanam padi dan bermacam jenis sayuran. Mereka juga beternak ayam dan membudidayakan ikan air tawar di keramba. Meski sempat terserang hama pada musim tanam pertama, Zainudin berujar, sawah dan kebunnya sudah siap dipanen saat pemerintah memulangkan mereka ke Jawa.
“Hubungan kami dengan warga setempat sangat baik. Tidak pernah ada masalah. Mereka (warga setempat) juga tidak kenal dengan orang-orang yang membakar permukiman kami,” ujar Zainudin yang mengaku sering menunaikan salat berjamaah dan pengajian bersama warga setempat yang berjarak sekitar satu kilometer dari permukimannya.
Bahkan, kata Zainudin, warga setempat-lah yang menampung para pengikut Gafatar saat permukiman mereka diserang sekelompok orang tak dikenal. Meski merasa berat saat harus meninggalkan tanah rantaunya, Zainudin bersedia dipulangkan dengan alasan tidak mau melawan pemerintah. “Kalau bisa aset di sana dijual saja. Kami minta bantuan warga setempat untuk itu,” kata Zainudin.
Salah seorang pengikut Gafatar lain asal Kabupaten Cilacap, Januari, mengatakan organisasi Gafatar sudah bubar sejak Agustus 2015. “Sejak itu, kami membentuk kelompok tani mandiri. Di sana kami sukses mengolah lahan karena sangat subur,” kata lelaki 40 tahun itu.
Selama menjadi pengikut Gafatar, Januari mengatakan, tidak ada ajaran yang menyimpang. “Kami tetap memegang teguh ideologi Pancasila,” kata Januari yang sudah satu tahun tinggal di Kalimantan bersama istri dan dua anaknya. Setelah dipulangkan dari Kalimantan, Januari berencana akan kembali bertani di kampung halamannya.
DINDA LEO LISTY