Serikat Pekerja Menolak Revisi Undang-undang Ketenagakerjaan
Reporter
Editor
Senin, 13 Februari 2006 15:40 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menolak rencana pemerintah merevisi Undang-undang no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. "Apa ada jaminan kalau direvisi, investor akan berbondong-bondong datang ke Indonesia," kata Jacob Nuwa Wea, Ketua Umum organisasi pekerja terbesar di Indonesia, di kantor departemen tenaga kerja dan transmigrasi Jakarta, Senin (13/2). Selama ini, pemerintah selalu berdalih investasi lesu karena undang-undang ketenagakerjaan merugikan investor. Menurut Jacob, demi memancing minat investor seharusnya bukan melakukan revisi undang-undang. "Bereskan dulu masalah bea cukai, pajak dan perpendek birokrasi," katanya. KSPSI, meminta agar rencana merevisi itu ditunda sebulan agar serikat pekerja bisa menelaah draf revisi usulan pemerintah dan memunculkan draf tandingan.Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno mengatakan pemerintah menargetkan pembahasan draf revisi undang-undang di DPR selesai pertengahan tahun ini. Pasal-pasal yang direvisi terkait tentang pesangon, pemutusan hubungan kerja, out sourcing (penggunaan tenaga kerja dari perusahaan lain), perjanjian kerja waktu tertentu, dan kewajiban membayar izin kerja bagi pengusaha asing. Menurut dia investor asing berpendapat Indonesia bukan tempat yang nyaman berinvestasi. Sayangnya, ketika menggelar konferensi pers beberapa waktu lalu Erman enggan menjelaskan perubahan apa saja yang akan dilakukan dengan alasan sensitif.Jacob mengatakan, pemerintah ingin merevisi sekitar 50 pasal. "Ada yang dirombak ada juga yang dihapus." kata bekas Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu. Dia mencontohkan usulan pemerintah terkait pesangon. Pemerintah menginginkan agar batas maksimal pemberian pesangon kepada pekerja dengan masa kerja enam tahun keatas sebesar tujuh bulan gaji. Undang-undang menyatakan karyawan dengan masa kerja delapan tahun keatas berhak atas pesangon sebesar sembilan bulan gaji. Selain pesangon, pemerintah usul agar penghargaan masa kerja sebesar dua bulan gaji diberikan kepada karyawan dengan masa kerja 5-10 tahun. Undang-undang mengatur penghargaan dua bulan gaji bagi karyawan dengan masa kerja 3-6 tahun.Perihal out sourcing, Jacob mengatakan KSPSI tetap bertahan bahwa out sourcing hanya bisa dilakukan bagi pekerjaan yang sifatnya menunjang dan bukan tetap. "Pemerintah maunya out sourcing diserahkan kepada perusahaan," kata dia. Adapun terkait perjanjian kerja waktu tertentu, pemerintah ingin mengubah lama pekerja kontrak selama lima tahun. Padahal undang-undang mengatakan, karyawan kontrak hanya boleh dikontrak selama dua tahun ditambah satu tahun perpanjangan.Jacob menilai pemerintah membebaskan kewajiban pengusaha asing membayar izin kerja sebesar US$ 100 (sekitar Rp 900 ribu) perbulan perorang tidak logis. "Biarpun investor, tapi kalau mencari makan di Indonesia ya harus bayar. TKI saja kerja di luar juga bayar pajak kok," katanya. Dia menyetujui investor asing dibebaskan dari kewajiban membayar jika hanya berinvestasi, tapi tidak bekerja di Indonesia. Istiqomatul Hayati
Luhut Bantah Tudingan Cak Imin: Tenaga Kerja Asing di Industri Hilirisasi Hanya 10-15 Persen
25 Januari 2024
Luhut Bantah Tudingan Cak Imin: Tenaga Kerja Asing di Industri Hilirisasi Hanya 10-15 Persen
Menteri Luhut Binsar Pandjaitan membantah tudingan Cawapres nomoro urut 1 Muhaimin Iskandar alias Cak Imin soal dominasi tenaga kerja asing (TKA) di industri hilirisasi