Sukarno dan Edhi Sunarso Membuat Patung di Bundaran HI

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

Selasa, 5 Januari 2016 10:31 WIB

Tugu Selamat Datang di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta – “Selamat datang!” Bung Karno berteriak bersemangat. Sosoknya penuh drama: kedua tangannya terbentang, kakinya terentang, senyumnya mengembang. Dan Edhi Sunarso, seorang pematung muda waktu itu, langsung menangkap momen tersebut. Ia menerjemahkannya ke dalam seni patung, lalu lahirlah patung Selamat Datang yang selama ini tegak di depan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.

Selamat Datang, patung perunggu, satu lelaki, satu lagi perempuan, membentangkan tangannya. Tangan kiri patung perempuan membawa seikat kembang. Presiden Sukarno yang namanya kerap juga dieja sebagai Soekarno ingin mengekspresikan keramahan bangsa Indonesia yang menyambut kedatangan peserta Asian Games IV di Jakarta, 1962. "Bung Karno selalu begitu. Ekspresif. Kami harus menangkap gerak dinamis itu," tutur Edhi Sunarso.

Pernyataan Edhi ini dikutip Majalah Tempo yang terbit pada 30 Mei 2005 lalu. Pematung Edhi Sunarso meninggal dalam usia 83 tahun. Edhi wafat saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Jogjakarta International Hospital pukul 22.53.

Tradisi menata ruang publik di Jakarta dengan patung tokoh sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Sewaktu berkuasa, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jan Pieterzoon Coen, misalnya, memajang patung dirinya di depan kantornya—sekarang Departemen Keuangan. Patung Coen bertahan empat abad dan baru dibongkar pada 1960-an.

Tradisi memajang patung-patung tokoh agak terhenti di zaman Sukarno. Saat itu, patung semacam catatan simbolis terhadap peristiwa-peristiwa penting. Monumen Dirgantara, misalnya, ingin menunjukkan keberanian bangsa Indonesia mengarungi angkasa raya. Namun, akibat ruwetnya penataan kota, patung itu kini terbelit di antara beton-beton jalan.

Sejarah diletakkan di tempat yang istimewa. Untuk mengenang peristiwa pembebasan Irian Barat, Bung Karno kembali meminta Edhi Sunarso membuat tanda kebebasan dengan memasang patung. Kali ini Edhi juga merekam ekspresi Sukarno. "Bebaaaas!" demikian Bung Karno mengungkapkan, kedua tangannya terangkat dan mengepal.

Khusus untuk membuat patung Proklamasi, Bung Karno membentuk tim penyelenggara sayembara. Pemenangnya Gregorius Sidharta Sugiyo, Nyoman Nuarta, dan Y. Sumartono. Mereka bersama-sama membuat patung sang Proklamator, dilengkapi pilar-pilar yang merupakan deformasi bentuk sayap garuda.

Sejumlah karya yang bagus berdiri. Arjuna Wiwaha dengan "pasukan" kudanya di Jalan Merdeka Barat. Monumen Tonggak Samudra karya Sidharta menghiasi kawasan Tanjung Priok. Pematung Rita Widagdo sempat pula memajang karyanya, Dinamika dalam Gerak. Juga Dolorosa Sinaga dengan patung Angkatan 66-nya di depan Hotel Regent. Beberapa karya Sunaryo di antaranya patung Kesetiakawanan Sosial, patung Ikada, juga berbagai patung di Taman Suropati.

Kini sejumlah patung telah menjadi landmark kota. Patung Selamat Datang menandakan kawasan Jalan Thamrin. Patung Pancoran atau Monumen Dirgantara menghubungkan Pasar Minggu, Tebet, dan Cawang. Patung Pak Tani atau patung Pahlawan menjadi salah satu ciri kawasan Menteng. Sedangkan Monumen Nasional (Monas) merupakan kiblat bagi pendatang yang baru tiba di Stasiun Gambir.

Sejak runtuhnya Orde Baru, penataan ruang publik terhenti. Terakhir, pemerintah DKI memesan patung Soedirman kepada Sunaryo. Patung yang penempatannya sempat kontroversial itu diletakkan di kawasan Sudirman. Idenya satu: menandakan nama jalan. Namun, tentu saja, letak sebuah patung lebih dari itu. Menurut Sidharta, patung yang dipajang di ruang publik harus punya makna, perlu mempertimbangkan faktor lingkungan, estetika, dan dimensi ruang untuk publik. "Sekarang banyak pejabat yang tidak tahu seni. Selain itu, master plan-nya sangat pendek," tuturnya.

Pada masa Presiden Sukarno, patung dibuat untuk menggugah semangat nasionalisme dan menampilkan sosok-sosok anonim yang mewakili sekelompok atau seluruh masyarakat. Memang ada pengecualian, seperti patung Kartini hadiah dari pemerintah Jepang waktu itu. Namun, di masa Orde Baru ke atas, patung lebih banyak menonjolkan tokoh. "Sekarang, para pejabat sedang ingin memberikan baktinya. Barangkali satu generasi lagi, tren penokohan itu baru habis. Bila seni rupa kita maju, pasti berubah," tutur Sunaryo.

L.N. IDAYANIE, SUNUDYANTORO





Advertising
Advertising

Berita terkait

25 Link Twibbon untuk Semarakkan Hari Kartini 2024

10 hari lalu

25 Link Twibbon untuk Semarakkan Hari Kartini 2024

Pemerintah Sukarno memilih hari Kartini untuk diperingati sebagai momentum khusus emansipasi wanita

Baca Selengkapnya

Pembentukan Pramuka di Indonesia: Dari Era Belanda hingga Presiden Sukarno

29 hari lalu

Pembentukan Pramuka di Indonesia: Dari Era Belanda hingga Presiden Sukarno

Ekskul Pramuka di sekolah bakal bersifat sukarela seiring dengan Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024. Berikut sejarah panjang Pramuka di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

34 hari lalu

Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

Naiknya Soeharto sebagai presiden menggantikan Sukarno berawal dari kemelut politik yang rumit pasca peristiwa G30S

Baca Selengkapnya

Mengenang 31 Tahun Mohammad Natsir Berpulang: Menengok Ide Negara dan Agama

7 Februari 2024

Mengenang 31 Tahun Mohammad Natsir Berpulang: Menengok Ide Negara dan Agama

Mohammad Natsir merupakan pemikir, politikus, sekaligus pendakwah.

Baca Selengkapnya

Klaim Prabowo soal Food Estate: Pemikiran Strategis Bung Karno

31 Januari 2024

Klaim Prabowo soal Food Estate: Pemikiran Strategis Bung Karno

Prabowo Subianto heran mengapa banyak tokoh nasional yang mempertanyakan urgensi food estate.

Baca Selengkapnya

Suhu Politik Sebelum Peristiwa G30S 1965: Fakta-fakta Angkatan Kelima yang Diusulkan PKI

28 September 2023

Suhu Politik Sebelum Peristiwa G30S 1965: Fakta-fakta Angkatan Kelima yang Diusulkan PKI

Pada 1965 PKI mengusulkan Angkatan Kelima, sebuah matra militer beranggotakan buruh dan tani yang dipersenjatai. Letjen Ahmad Yani menolak ide itu.

Baca Selengkapnya

Siapa Pencetus Nama Pramuka?

14 Agustus 2023

Siapa Pencetus Nama Pramuka?

Nama Pramuka diusulkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang mendapat inspirasi dari kata Poromuko, yang berarti pasukan terdepan dalam perang.

Baca Selengkapnya

Begini Sejarah Awal Mula Masuknya Gerakan Pramuka di Indonesia

14 Agustus 2023

Begini Sejarah Awal Mula Masuknya Gerakan Pramuka di Indonesia

Awal terbentuknya Pramuka di Indonesia ditandai dengan munculnya cabang milik Belanda dengan nama Nederlandesche Padvinders Organisatie pada 1912.

Baca Selengkapnya

Siti Nurbaya Bebaskan Hutan Kawasan Sukapura, Bermula dari Program Transmigrasi Presiden Sukarno

13 Agustus 2023

Siti Nurbaya Bebaskan Hutan Kawasan Sukapura, Bermula dari Program Transmigrasi Presiden Sukarno

Masyarakat di Pekon (Desa) Sukapura, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat menerima SK pembebasan hutan kawasan dari Menteri Siti Nurbaya.

Baca Selengkapnya

LRT Jabodebek Akan Diresmikan: Ini Jejak Trem di Jakarta, Pernah Jadi Denyut Nadi Batavia

8 Juli 2023

LRT Jabodebek Akan Diresmikan: Ini Jejak Trem di Jakarta, Pernah Jadi Denyut Nadi Batavia

Sebelum LRT Jabodebek yang bakal diresmikan bulan depan, Jakarta yang dahulu Batavia hingga pasca Kemerdekaan pernah memiliki moda Trem.

Baca Selengkapnya