Australia Desak Indonesia Redefenisi Nelayan Tradisional
Reporter
Editor
Rabu, 25 Januari 2006 11:44 WIB
TEMPO Interaktif, Kupang:Australia menekan Indonesia untuk meredefenisi istilah nelayan tradisional sebagaimana tertuang dalam nota kesepahaman (MoU) 1974. Dalam MoU itu nelayan tradisional Indonesia diperbolehkan mencari ikan di sekitar Laut Timor dan Pulau Pasir. Desakan itu disampaikan Konselir Politik Kedutaan Besar Australia, Justin Lee, dalam pertemuan tertutup dengan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Frans Leburaya, di Kupang, hari ini. "Konselor meminta agar perlu ada redefenisi istilah nelayan tradisional. Dengan demikian dapat meminimalisir pelangggaran batas maritim oleh nelayan Indonesia ke wilayah Australia," kata Juru Bicara Pemprov NTT, Welly Pah, kepada wartawan setelah pertemuan.Selain meminta mendefenisikan kembali istilah nelayan tradisional, pemerintah Australia mengharapkan agar nelayan Indonesia menghentikan penangkapan ikan di wilayah Australia dengan alasan banyak biota langka terancam punah karena eksploitasi besar-besaran dari nelayan tradisional.Terhadap pelanggaran batas maritim tersebut, Indonesia berkeyakinan aktivitas nelayan tradisional itu terjadi akibat kurangnya pemahaman soal batas maritim. "Kebanyakan nelayan tidak memahami batas negara sehingga wajar kalau ada pelanggaran sehingga perlu ada penyelesaian bersama antara kedua negara yang saling bertetangga ini," ujar Welly.Direktur Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdi Tanoni, yang dihubungi terpisah mengharapkan agar pemerintah Indonesia tidak terlena dengan rayuan Australia. "Sudah lebih dari 450 tahun nelayan tradisional mencari ikan di Pulau Pasir dan sekitarnya. Sehingga secara de facto pulau itu milik Indonesia. Kalau nelayan kita dilarang untuk mencari ikan di sekitar Pulau Pasir maka sama dengan kita melegitimasi kepemilikan pulau itu kepada Australia," tegas Tanoni.jems de fortuna
Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih
10 hari lalu
Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik yang memuat hulu-hilir pengelolaan pemanfaatan BBL.