Setya Novanto: Rekaman Maroef Ilegal, Tak Bisa Jadi Alat Bukti
Editor
Widiarsi Agustina
Senin, 7 Desember 2015 19:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Golkar, Setya Novanto, mempersoalkan rekaman percakapan yang dibuat Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Rekaman itulah yang digunakan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia Sudirman Said untuk melaporkan soal pencatutan nama Presiden Joko Widodo ke Mahkamah Kehormatan Dewan.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu berdalih, rekaman yang dibawa Sudirman tak bisa dijadikan alat bukti. Menurut Setya, rekaman itu bertentangan dengan hukum. Karena itu, Setya menilai rekaman itu tidak layak dijadikan alat bukti dalam persidangan MKD.
"Rekaman yang dimiliki oleh saudara Maroef Sjamsoeddin diperoleh secara melawan hukum, tanpa hak, tanpa izin, serta bertentangan dengan undang-undang. Karena itu, tidak boleh digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan etik yang mulia ini sebab alat bukti perekaman tersebut adalah ilegal," kata Setya dalam nota pembelaan yang diterima wartawan di Kompleks Parlemen, Senin, 7 Desember 2015.
SIMAK: Setya Novanto Hadiri Sidang MKD, Benarkah karena Syarat Ini?
Sidang MKD dengan agenda mendengar kesaksian Setya Novanto berlangsung tertutup. Meski begitu, saat sidang berlangsung, beredar bocoran nota pembelaan Setya Novanto dalam ruangan persidangan, sebanyak 12 halaman.
Nota pembelaan yang salinannya diterima Tempo.co dibenarkan isinya oleh salah seorang anggota MKD. Namun sang anggota mahkamah menolak namanya disebut.
Setya Novanto dalam pembelaannya menyebutkan, dasar Menteri ESDM Sudirman Said mengadu ke MKD adalah rekaman ilegal. Sehingga ia keberatan rekaman itu menjadi alat bukti. "Seperti kita ketahui, sekalipun Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Intelijen Negara, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, bilamana hendak melakukan perekaman atau penyadapan tetap harus dilakukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku," kata Setya.
SIMAK: Istana Kecewa Sidang Setya Novanto Tertutup
Setya menganggap sebagai seorang pegawai swasta perusahaan asing di Indonesia, Maroef tak memiliki wewenang seperti penegak hukum untuk merekam atau menyadap pembicaraan.
"Bahwa saudara Maroef Sjamsoeddin adalah pegawai swasta perusahaan asing di Indonesia (PT Freeport Indonesia), bukan penegak hukum yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk merekam/menyadap pembicaraan pejabat negara atau warga negara Indonesia atau siapa pun di bumi Indonesia," ujar Setya.
WDA | MAWARDAH